SEJARAH KELOMPOK ‘SALAFI’ DI INDONESIA DAN ASAL MULA PERPECAHANNYA
(Antara Isu Dan Kenyataan)
Oleh: Maaher At-Thuwailibi
Mula-mula, mesti kita bedakan dulu antara gerakan dakwah Salafiyyah dengan kelompok ‘Salafi modern’.
Dakwah Salafiyyah, adalah ide pemikiran keagamaan revivalisme (pemurnian kembali) yang bersumber dari ULAMA BESAR MAZHAB HANBALI bernama Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab At-Tamimi. Ide pemikiran beliau inilah yang pertama kali dibawa masuk ke Nusantara oleh beberapa ulama asal Sumatera Barat pada awal abad ke-19.
Inilah gerakan dakwah Salafiyyah pertama di tanah air yang kemudian lebih dikenal dengan gerakan KAUM PADERI, yang salah satu tokoh utamanya adalah TUANKU IMAM BONJOL Rahimahullah.
Gerakan ini berpusat di Minangkabau Sumatera Barat. Singkat cerita, pecahlah peperangan kaum Paderi melawan Belanda, kalahnya kaum Paderi inilah yang membuat redup dakwah Salafiyyah di Nusantara.
Berlalulah waktu sekian lama, tak terdengar lagi gerakan dakwah Salafiyyah hampir satu abad lamanya. Tepat pada tahun 1911, datanglah ulama Salafiyyah asal Sudan ke Indonesia sebagai utusan dari Al-Azhar, dialah SYAIKH AHMAD SURKATI.
Lalu, pada tahun 1914 Syaikh Ahmad Surkati mendirikan madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah. melalui Madrasah inilah Syaikh Ahmad Surkati menyebarkan dakwah Salafiyyah di Nusantara bersama murid-murid setianya yaitu Ahmad Dahlan (yang kemudian menjadi pendiri Muhammadiyyah), Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus (yang kemudian menjadi pendiri PERSIS/Persatuan Islam).
PERSIS (Persatuan Islam) melahirkan kader-kader unggul yang menjadi orang hebat di kemudian hari. Salah satunya adalah MUHAMMAD NATSIR (murid langsung A.Hassan, tokoh Persis). lewat A.Hassan, Muhammad Natsir banyak mendapatkan pengaruh keagamaan dan ilmu yang mumpuni yang mengantarkan dirinya menjadi pemikir hebat hingga akhirnya ia diangkat oleh Ir. Soekarno menjadi perdana menteri pada tahun 1955.
Singkat cerita, Muhammad Natsir mendirikan partai MASYUMI. ia mendapatkan suara terbanyak nomor dua setelah PNI pada saat pemilu 1955. Karena kegigihannya mempertahankan pendiriannya untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara, akhirnya ia menjado SOSOK yang di ‘takuti’ oleh Soekarno dan Masyumi pun terpaksa di bubarkan. Karena partainya dibubarkan, maka Muhammad Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) pada tahun 1967.
Lalu, lewat ormas yang didirikannya (DDII) inilah, Muhammad Natsir mengirimkan pelajar ke Saudi yang kemudian kembali ke tanah air membentuk KELOMPOK SALAFI MODERN di Indonesia; itulah ABU NIDA’ CHOMSAHA SOFWAN (yang kemudian mendirikan Yayasan At-Turots Al-Islamiy dan Islamic Center Bin Baz di Bantul Yogyakarta), AHMAZ FAIZ ASIFUDDIN (yang kemudian mendirikan ponpes Imam Bukhari di Solo), dan AUNUR RAFIQ GHUFRON (yang kemudian mendirikan ponpes Al-Furqon di Gresik). Mereka inilah generasi awal yang pulang ke Indonesia sekitar awal tahun 1980-an.
Bersamaan dengan pulangnya mereka ke indonesia, didirikanlah “Lembaga Pendidikan Bahasa Arab” (LPBA) di Jakarta yang sekarang berubah nama menjadi “Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab” (LIPIA). Sebuah lembaga pendidikan formal cabang dari Universitas Al-Imam Muhammad bin Saud Al-Islamiyyah di Riyadh, Saudi Arabia.
Nah, generasi kedua utusan DDII pun pulang ke tanah air pada awal tahun 1990-an. dialah JA’FAR UMAR THALIB (yang kemudian mendirikan Laskar Jihad dan mendirikan ponpes Ihya’us Sunnah di Degolan Yogyakarta), YUSUF UTSMAN BA’ITSA (yang kemudian menjadi ketua Perhimpunan Al-Irsyad), dan YAZID BIN ABDUL QADIR JAWAZ (yang kemudian menjadi penasehat ponpes Minhajus Sunnah Bogor). bedanya, Yusuf Utsman Ba’itsa dan Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz menuntut ilmu ke Saudi, sedangkan Ja’far Umar Thalib menuntut ilmu ke Markaz Darul Hadits Yaman pimpinan SYAIKH MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I setelah pulangnya beliau dari jihad di Afghanistan.
Ja’far Umar Thalib memiliki dua murid yang kemudian menjadi DA’I; dialah LUQMAN BA’ABDUH (yang kemudian mendirian ponpes Minhajul Atsar atau dikenal dengan ponpes As-Salafy di Jember) dan MUHAMMAD UMAR AS-SEWED (yang kemudian mendirikan ponpes Dhiyaus Sunnah di Cirebon). Sedangkan Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz menikah dengan wanita sunda yang merupakan kaka dari Abu Yahya Badrussalam (yang kemudian mendirikan Masjid Al-Barkah di Cileungsi Bogor dengan Radio Rodja sebagai corong dakwahnya). Sedangkan Muhammad Umar As-Sewed adalah saudara sepupu dari Yusuf Utsman Ba’itsa.
Mereka semua (Ust. Abu Nida’ Chomsaha Sofwan, Ust. Ahmaz Faiz Asifuddin, Ust. Aunur Rafiq Ghufron, Ust. Ja’far Umar Thalib, Ust. Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz) tergabung dalam dewan redaksi MAJALAH AS-SUNNAH; yang merupakan majalah KELOMPOK SALAFI MODERN pertama di Indonesia sebelum kemudian mereka berpecah-belah beberapa tahun kemudian.
Singkat cerita, akhir tahun 1990 awal tahun 2000-an mereka terpecah. Faktor perpecahan mereka ada dua versi:
1. Di utusnya seorang da’i dari yayasan Ihya’ut Turats Kuwait bernama SYARIF FU’AD HAZZA’ yang dianggap sebagai asal mula perpecahan.
2. Pecahnya Konflik Ambon.
Singkat cerita, Syaikh Syarif Fu’ad Hazza’ adalah utusan dari Yayasan Ihya’ut Turats Kuwait yang datang memberi dauroh (penataran) para da’i di Indonesia yang disambut Ustadz Yusuf Utsman Ba’itsa. Ihya’ut Turats adalah yayasan sosial di Kuwait yang salah satu pembinanya adalah Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq. Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq adalah murid Syaikh Muhammad Surur Bin Nayif Zainal Abidin. Syaikh Muhammad Surur Bin Nayif Zainal Abidin adalah ulama Saudi yang DIKECAM HABIS OLEH SYAIKH MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I (yang notabennya guru Ustad Ja’far Umar Thalib). Ustad Ja’far Umar Thalib mengecam Ustad Yusuf Utsman Ba’itsa karena dinilai mengundang/menyambut tokoh Hizbi dan dijadikan narasumber dalam dauroh du’at. kecam-mengecam pun terjadi antara mereka sehingga berujung pada MUBAHALAH.
Menyikapi gejolak perbedaan ini, KELOMPOK SALAFI pun terpecah menjadi dua kubu besar:
1. Kubu yang pro Ustadz Ja’far Umar Thalib; yang kemudian mendirikan Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (FKAWJ) dengan Laskar Jihad sebagai sayap militernya dan Ustadz Ja’far Umar Thalib sebagai panglimanya, didampingi murid-murid sekaligus sahabatnya, yaitu Luqman Ba’abduh, Muhammad Umar As-Sewed, dll.
2. Kubu yang pro Ustadz Yusuf Utsman Ba’itsa yang kemudian menolak bergabung dengan FKAWJ dan Laskar Jihad. Bersamanyalah Ustadz Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz, Ustadz Ahmaz Faiz Asifuddin, Ustadz Abu Nida’ Chamsaha Sofwan, Ustadz Aunur Rafiq Ghufran, dll.
Penolakan mereka terhada FKAWJ dan Laskar Jihad membuat Ustadz Ja’far Umar Thalib mengeluarkan diri dari redaksi Majalah As-Sunnah dan membuat majalah baru sebagai media dakwahnya bersama kawan-kawannya bernama MAJALAH SALAFY.
Selama perjalanannya bersama FKAWAJ dan Laskar Jihad, Ustadz Ja’far Umar Thalib mendapatkan berbagai rintangan dan cobaan, termasuk peristiwa bersejarah dimana ia merajam anggotanya yang berzina sehingga membuatnya bolak-balik ke pengadilan.
Ditambah kritikan para Ulama terhadap gerakan Laskar Jihad ini. Maka Laskar Jihad pun resmi dibubarkan lewat Muhammad Umar As-Sewed dan Luqman Ba’abduh. Ketidaksetujuan Ustadz Ja’far Umar Thalib atas dibubarkannya Laskar Jihad membuat ia ditinggalkan murid-murid dan kawan setianya. Jajaran kelompok Salafi yang semula menjadi pengikut setianya kini mentahdzirnya dan meninggalkannya. Mereka menganggap bahwa Ustadz Ja’far Umar Thalib menyimpang dan jauh tersesat. ditambah dengan HADIRNYA USTADZ JA’FAR UMAR THALIB dalam majelis zikir yang dipimpin KH. Muhamad Arifin Ilham di masjid Istiqlal Jakarta yang mereka anggap sebagi ahli bid’ah.
Perpecahan yang terjadi di tubuh kelompok Salafi Modern generasi awal ini ternyata melahirkan perpecahan-perpecahan baru yang tak ada habisnya di kemudian hari.
Singkat cerita, kini KELOMPOK SALAFI di Indonesia tersisa menjadi TIGA KELOMPOK BESAR. yaitu :
1. Kelompok Halabiyyun, tokohnya adalah Syaikh Ali Hasan Al-Halabi dari Jordania. Radio Rodja di Cileungsi Bogor dan STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya adalah di antara corong dakwah gerakan kelompok Salafi Halabi di Indonesia. Abu Yahya Badrussalam, Firanda Andirja, Zainal Abidin Bin Syamsuddin, Abu Qotadah Tasikmalaya, Abdul Hakim Abdat Jakarta, Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Abu Ihsan Al-Medani, Abu Haidar As-Sundawy, Abdurrahman At-Tamimi, Mubarak Bamu’allim, Ali Musri, dll adalah promotornya.
2. Kelompok Madkhaliyyun, tokohnya adalah Syaikh Robi’ Bin Hadi Al-Madkhali dari Mekkah. Promotornya adalah Luqman Ba’abduh, Muhammad Umar As-Sewed, Qomar Su’aidi, Muhammad Afifuddin, Askari Bin Jamal Al-Bugisi, Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary, Usamah Faisal Mahri, Dzul Akmal, dll.
3. Kelompok Hajuriyyun, tokohnya adalah Syaikh Yahya Al-Hajuri dari Dammaj Yaman. Promotornya adalah Abu Mas’ud dkk.
Halabiyyun mentahdzir Madkhaliyyun dan Hajuriyyun. Madkhaliyyun mentahdzir Halabiyyun dan Hajuriyyun. Hajuriyyun mentahdzir dan menyesatkan Halabiyyun dan Madkhaliyyun.
Demikinlah fakta sejarah yang mewarnai perjalanan kelompok Salafi di Nusantara.
Nas-alullah Al-‘Aafiyah wa Salaamah.
[ Pustaka At-Thuwailibi Channel]
No comments:
Post a Comment