Siapakah yang Takut Ikhwanul Muslimin?

Oleh: Yvonne Ridley
analisis politik tentang urusan yang berkaitan dengan Timur Tengah juga seorang muallaf

SAYA sering bertanya-tanya mengapa Ikhwanul Muslimin menyebabkan ketakutan di jantung para rezim Arab.

Penjara di seluruh Mesir, Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi dipenuhi oleh ratusan tahanan politik anggota dan kepemimpinan gerakan itu, yang juga dilarang sebagai “organisasi teroris” oleh tiga serangkai tirani ini.

Ketakutan yang berlebihan sehingga menjadi salah satu kelompok politik yang paling digambarkan jahat di Timur Tengah hari ini.

Namun kenyataannya sangat berbeda. Anda akan sulit untuk menemukan tindakan “teroris” yang dilakukan atau dituduhkan kepada Ikhwanul Muslimin.

Di antara para anggotanya yang dikurung dalam penjara-penjara ini mungkin ada lebih banyak profesor universitas, PhD, dan akademisi senior lainnya daripada di mana pun di dunia.

Mereka yang berada di balik jeruji besi mungkin lebih cerdas daripada para sipir penjara dan bahkan hakim yang mengirim mereka ke penjara, tetapi mereka diperlakukan dengan jijik oleh kaum intelektual cebol yang mengerumuni koridor kekuasaan di negara-negara Teluk. Merekalah yang paling takut pada IM, karena alasan sederhana bahwa mereka ingin mempertahankan takhta emas mereka dengan cara apa pun.

Sekarang kita mendengar pemerintah Saudi telah memberhentikan 100 imam dan penceramah yang berkhutbah di masjid-masjid di Makkah dan Al-Qassim karena mereka tidak mengecam Ikhwanul Muslimin sebagai yang diinstruksikan, menurut sebuah laporan harian Al-Watan. Kementerian Hubungan Islam, Dakwah dan Bimbingan mengeluarkan instruksi untuk semua imam dan penceramah untuk menyalahkan Ikhwanul Muslimin karena menyebabkan perpecahan dalam masyarakat.

Ketika saya memeluk Islam hampir 20 tahun yang lalu, saya melakukannya untuk kebebasan intelektual yang diberikan Islam kepada saya. Saya pasti tidak pergi dan mendengarkan kumpulan “penceramah demi uang” yang diberi tahu oleh pemerintah apa yang harus dikhotbahkan pada hari Jumat.

Secara pribadi, menurut saya negara seharusnya tidak ikut campur dalam urusan agama. Sebagai seorang mantan penganut Kristen, tidak masuk akal membayangkan para pendeta dan penceramah dari kaum agama mana pun melangkah ke mimbar pada hari Minggu pagi untuk mengungkapkan kebijakan dan pemikiran Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

Di Arab Saudi, seperti di tempat lain di dunia Arab, Kementerian Urusan Islam memerintahkan para imam untuk mendedikasikan khotbah Jumat mereka untuk mendukung pernyataan kontroversial yang dikeluarkan oleh Dewan Cendekiawan Senior Saudi di mana Ikhwanul Muslimin digambarkan sebagai organisasi “teroris”.

Saya akan menyarankan bahwa instruksi ini tidak lebih dari bid’ah, tentu saja bukan “Islami” dan jelas merupakan contoh yang jelas dari campur tangan negara dalam masalah agama yang jelas.

Perintah tersebut memiliki DNA dari penguasa de facto Kerajaan Saudi, Putra Mahkota Mohammad Bin Salman, di mana-mana. Seperti diktator lain di wilayah ini, dia mengacungkan kata “teroris” seperti confetti; yang dia dan mereka maksud sebenarnya adalah “seseorang yang bisa mengatakan kebenaran kepada orang-orang dan saya kehilangan kekayaan dan kekuasaan saya”.

Jelas bahwa Bin Salman dan kroni-kroninya sangat takut pada orang-orang yang mereka kuasai dengan tangan besi yang memiliki kehendak bebas dan kebebasan berpikir. Lemparkan prospek demokrasi dan tiba-tiba para penguasa delusi ini menjadi sangat ketakutan terhadap orang-orang yang mereka klaim diwakili.

Komplotan rahasia Arab Saudi-UEA-Mesir memastikan bahwa Musim Semi Arab gagal di banyak negara.

Pada 2013, Saudi dan UEA mendukung kudeta militer di Mesir yang membuat Jenderal Abdul Fattah Al-Sisi menggulingkan Presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu, Dr Mohamed Mursi.

Tahun berikutnya, Riyadh menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi ‘teroris’. Dan pada 2019 mulai menangkap dan mengumpulkan mereka yang dianggap aktif atau mendukung gerakan tersebut.

Banyak tahanan Ikhwanul Muslimin – pria dan beberapa perempuan, berusia enam puluhan, tujuh puluhan, dan delapan puluhan – ditahan di sel isolasi dan dipaksa tidur di lantai. Kunjungan keluarga, pengobatan esensial dan makanan pokok sebagai rutinitas dilarang. Bayangkan jika orang tua atau kakek nenek Anda diperlakukan dengan cara yang begitu keji.

Sejak Al-Sisi memimpin kudeta yang menggulingkan almarhum Mursi, negara itu telah jatuh ke dalam kediktatoran lain. Kapan para pemimpin seperti Sisi menyadari bahwa penindasan pemerintah tidak lebih dari tanda kelemahan dan kegagalan mereka sendiri? Mencoba sekuat tenaga untuk memberantas Ikhwanul Muslimin, Anda tidak bisa begitu saja membunuh ide atau membasmi gerakan ini.

Meluruskan Kebijakan Pemimpin Yang Salah 

Meluruskan Kebijakan Pemimpin Yang Salah 

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengancam, bahkan mendoakan turunnya azab bagi pemimpin yang kebijakannya membikin susah umat Islam.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم

“Ya Allah, siapa saja yang memimpin/mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka SUSAHKANLAH DIA.”

(HR. Muslim no. 1828)

Generasi para sahabat Nabi, Radhiallahu ‘Anhum, merekapun mengkritik kebijakan pemimpin yang salah secara langsung.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menceritakan, ketika Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu berkhutbah di atas mimbar, dia menyampaikan bahwa dirinya hendak membatasi Mahar sebanyak 400 Dirham, sebab nilai itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika ada yang lebih dari itu maka selebihnya dimasukkan ke dalam kas negara.

Hal ini diprotes langsung oleh seorang wanita, di depan khalayak ramai saat itu, dengan perkataannya: “Wahai Amirul mu’minin, engkau melarang mahar buat wanita melebihi 400 Dirham?”

Umar menjawab: “Benar.”

Wanita itu berkata: “Apakah kau tidak mendengar firman Allah: “ ...sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?” (QS. An Nisa: 20)

Umar menjawab; “Ya Allah ampunilah aku, semua manusia lebih tahu dibanding Umar.”

Maka Umar pun meralat keputusannya.

(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/244. Imam Ibnu katsir mengatakan: sanadnya jayyid qawi (baik lagi kuat). Sementara Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini menyatakan hasan lighairih)

***

Imam Adz Dzahabi menceritakan, bahwa Imam Amr Asy Sya’bi telah mengkritik penguasa zalim, Hajjaj bin Yusuf dan membeberkan aibnya di depan banyak manusia. Bahwa Asy Sya’bi berkata:

فأتاني قراء أهل الكوفة، فقالوا: يا أبا عمرو، إنك زعيم القراء، فلم يزالوا حتى خرجت معهم، فقمت بين الصفين أذكر الحجاج وأعيبه بأشياء، فبلغني أنه قال: ألا تعجبون من هذا الخبيث ! أما لئن أمكنني الله منه، لاجعلن الدنيا عليه أضيق من مسك جمل

“Maka, para Qurra’ (penghafal Quran) dari Kufah datang menemuiku. Mereka berkata: “Wahai Abu Amr, Anda adalah pemimpin para Qurra’.” Mereka senantiasa merayuku hingga aku keluar bersama mereka. Saat itu, aku berdiri di antara dua barisan (yang bertikai). Aku menyebutkan Al Hajjaj dan aib-aib yang telah dilakukannya.” Maka sampai kepadaku (Mujalid), bahwa dia berkata: “Tidakkah kalian heran dengan keburukan ini? Ada pun aku, kalaulah Allah mengizinkan mengalahkan mereka, niscaya dunia ini akan aku lipat lebih kecil dari kulit unta membungkusnya.”

***

Muhammad bin Sirin Rahimahullah dikenal sebagai ulama yang paling tegas terhadap orang-orang yang menyimpang dan penguasa yang zalim. Dia pun secara terang-terangan menegur penguasa zamannya –yakni Ibnu Hubairah- di depan orang lain. Gubernur Ibnu Hubairah adalah salah satu pejabat tinggi dalam pemerintahan Khalifah Marwan.

Berikut ini yang diceritakan Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani:

جعفر بن مرزوق، قال: بعث ابن هبيرة إلى ابن سيرين والحسن والشعبي، قال: فدخلوا عليه، فقال لابن سيرين: يا أبا بكر ماذا رأيت منذ قربت من بابنا، قال: رأيت ظلماً فاشياً، قال: فغمزه ابن أخيه بمنكبه فالتفت إليه ابن سيرين، فقال: إنك لست تسأل إنما أنا أسأل، فأرسل إلى الحسن بأربعة آلاف وإلى ابن سيرين بثلاثة آلاف، وإلى الشعبي بألفين؛ فأما ابن سيرين فلم يأخذها

Ja’far bin Marzuq berkata, “Gubernur Ibnu Hubairah pernah memanggil Ibnu Sirin, Al Hasan Bashri, dan Asy Sya’bi.

Maka dia (Gubernur Ibnu Hubairah) bertanya kepada Ibnu Sirin: “Wahai Abu Bakar (panggilan Ibnu Sirin), apa yang kau lihat sejak kau mendekat pintu istanaku?”

Ibnu Sirin menjawab: “Aku melihat kezaliman yang merata. Bukan kamu yang seharusnya bertanya, tetapi akulah yang seharusnya bertanya kepadamu dengan kezaliman ini.”

Maka, Gubernur Ibnu Hubairah mengakuinya dan akhirnya menghadiahi Al Hasan Bashri empat ribu dirham, Ibnu Sirin tiga ribu dirham, dan Asy Sya’bi dua ribu. Ada pun Ibnu Sirin menolak mengambil hadiah itu.” (Hilyatul Auliya’, 1/330. Mauqi’ Al Warraq)

Lihatlah bagaimana Imam Ibnu Sirin dengan berani mengatakan bahwa Istana dipenuhi kezaliman yang merata.

Imam Adz Dzahabi mengatakan:

قال هشام: ما رأيت أحدا عند السلطان أصلب من ابن سيرين

“Berkata Hisyam: Aku belum pernah melihat orang yang paling tegas terhadap penguasa dibanding Ibnu Sirin.” (Siyar A’lam An Nubala, 4/615)

***

Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu ‘Anhu adalah Imam Ahlus Sunnah, muara para ulama pada zamannya. Di depan para sahabatnya, dia pun pernah secara terang-terangan menegur dan menasihati Khalifah Al Mahdi yang sedang bersama pengawalnya, bahkan membuatnya marah. Berikut ini ceritanya, sebagaimana diceritakan oleh Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani. Dari ‘Ubaid bin Junad:

عطاء بن مسلم، قال: لما استخلف المهدي بعث إلى سفيان، فلما دخل خلع خاتمه فرمى به إليه، فقال: يا أبا عبد الله هذا خاتمي فاعمل في هذه الأمة بالكتاب والسنة، فأخذ الخاتم بيده، وقال: تأذن في الكلام يا أمير المؤمنين. قال عبيد: قلت لعطاء: يا أبا مخلد قال له: يا أمير المؤمنين. قال: نعم، قال: أتكلم علي أني آمن. قال: نعم، قال: لا تبعث إلي حتى آتيك، ولا تعطني شيئاً حتى أسألك، قال: فغضب من ذلك وهم به فقال له كاتبه: أليس قد أمنته يا أمير المؤمنين. قال: بلى، فلما خرج حف به أصحابه، فقالوا: ما منعك يا أبا عبد الله وقد أمرك أن تعمل في هذه الأمة بالكتاب والسنة؟ قال: فاستصغر عقولهم ثم خرج هارباً إلى البصرة

Khalifah Al Mahdi berkunjung ke rumah Sufyan Ats Tsauri. Ketika dia masuk, dia melepaskan dan melemparkan cincinnya kepada Sufyan Ats Tsauri.

Lalu dia berkata: “Wahai Abu Abdillah (panggilan Sufyan Ats Tsauri), inilah cincinku maka berbuatlah terhadap umat ini dengan Al Quran dan As Sunnah.”

Maka Sufyan Ats Tsauri mengambil cincin itu dengan tangannya, lalu berkata: “Izinkan aku berbicara wahai Amirul Mu’minin.”

Sufyan berkata: “Apakah aku akan aman jika aku bicara?”

Khalifah Al Mahdi menjawab: "Ya.”

Sufyan berkata: “Jangan kau kunjungi aku hingga akulah yang mendatangimu, dan janganlah memberiku apa-apa sampai aku yang memintanya kepadamu.”

Maka marahlah Khalifah Al Mahdi karena itu, dan dia berniat ingin memukulnya karenanya. Maka, berkatalah sekretarisnya kepadanya: “Bukankah kau sudah mengatakan bahwa dia aman, wahai Amirul Mu’minin?”

Al Mahdi menjawab: “Tentu.”

Maka ketika Khalifah Al Mahdi keluar hendak meninggalkan rumah itu, para sahabat Sufyan Ats Tsauri mengelilinginya dan bertanya: “Apa yang dia larang kepadamu wahai Abu Abdillah, apakah dia memerintahkanmu untuk memperlakukan umat ini dengan Al Quran dan As Sunnah?”

Sufyan menjawab: “Remehkanlah akal mereka.” Lalu Sufyan Ats Tsauri mengungsi ke Bashrah karena menjadi buronan pasukan Khalifah Al Mahdi.

(Hilyatul Auliya’, 3/166. Mauqi’ Al Warraq)

Demikianlah Imam Sufyan Ats Tsauri, memberikan teguran yang mendalam, bahkan meminta agar para sahabatnya meremehkan akal/kecerdasan Al Mahdi dan pengikutnya.

Mulia dengan Manhaj Salaf

"Mulia dengan Manhaj Salaf"

Ustadz Yazid Jawas menulis buku berjudul "Mulia dengan Manhaj Salaf" Terbaca dan terdengar indah. Bagaimana dengan isi bukunya?

Setengah bagian lebih pada buku ini menjelaskan tentang manhaj Salaf, dimulai dengan pengertian, nama-nama, keutamaan, dalil-dalil, prinsip terpenting, karakteristik manhaj, sifat-sifat, dan prinsip-prinsip dakwah Salafiyah. Dengan kalimat lain, ada 8 bab secara berurutan dari 13 bab yang ada pada buku ini, yang membahas bagian utama tentang manhaj Salaf.

Namun, hal terpenting yang berkaitan dengan nama Salaf/Salafy cukup banyak yang sebenarnya masih belum dijelaskan secara memuaskan.

Sebagai contoh : di antara alasan menggunakan nama madzhab/manhaj Salaf (termasuk derivatif untuk pengikutnya : Salafy, Salafiyyin) adalah harus ada pembeda antara Ahlus Sunnah dengan para pengaku Ahlus Sunnah Wal Jama`ah, lantas kalau seandainya nama Salafy juga banyak diaku-aku oleh orang lain yang hanya sekedar mengaku-ngaku, apakah nanti harus muncul nama baru lagi supaya berbeda dengan mereka yang sekedar mengaku-aku?

Lalu dalil-dalil yang ada pada bab 4 buku ini yang menunjukkan manhaj Salaf sebagai hujjah yang wajib diikuti oleh kaum Muslimin tidak ada satu dalil shahih dan sharih (jelas, tidak multitafsir) tentang Salafi, yang ada hanya pemahaman terhadap dalil umum saja yang multitafsir.

Boleh saja penulis memahami dalil-dalil tersebut sesuai dengan pemahaman yang dipilihnya (kebanyakan dalil yang dipakai berdasarkan penafsiran Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, Al-Albani,dll), tapi kaum Muslimin yang lain belum tentu memahaminya sebagaimana yang dipahaminya, namanya saja dalil shahih tapi umum, wajar saja jika ada perbedaan pendapat dalam menafsirkannya.

Ada juga bab yang agak janggal, yaitu bab 2 yang berjudul : Nama-nama lain dari Salaf atau Salafiyah. Kalau istilah Salafiyah adalah benar atau masyru (disyariatkan) atau minimal boleh, bukankah seharusnya Salafiyah yang merupakan nama lain dari Ahlussunnah, bukan terbalik, Ahlussunnah adalah nama lain dari Salafiyah?

Kejanggalan mulai terasa lebih kental pada bab 9 : Ciri-ciri dakwah Hizbiyyah, Harokiyyah dan Sururiyyah (kelompok eksklusive dan punya spirit gerakan politik). Pada bab ini istilah-istilah seperti Hizbiyyun, Sururiyyun, Harakiyyun mulai dilontarkan sebagai label kepada orang lain.

Keanehan pertama, istilah yang disebut tidak dijelaskan pada bab ini. Keanehan kedua di antara ciri yang disebutkan ada yang sangat janggal, misalnya ciri pertama, “Berkelompok, berkoalisi, membuat ormas, front, atau front komunikasi yang memiliki aturan, tanzhim, undang-undang yang mengikat seluruh anggotanya dengan bai'at atau al-wala dan al-bara (memberikan loyalitas dan berlepas diri) terhadap kelompok tersebut.”

Apakah ada yang salah dengan ciri tersebut sehingga jika ada yang memiliki ciri seperti itu maka mereka akan dianggap Hizbiyyun/Sururiyyun/Harakiyyun, istilah yang tertuduh pun belum tentu mengerti arti pelabelan tersebut. Lagipula yang namanya kelompok itu tidak mesti formal, tidak mesti ada struktur organisasi, tidak mesti ada aturan/tanzhim/undang-undang resmi yang tertulis, tetapi mereka yang hanya berkumpul sudah bisa dikategorikan kelompok, dan ada juga sekumpulan orang yang tidak memiliki aturan tertulis tapi memiliki semacam “aturan tidak tertulis” yang lahir karena berbagai faktor, apakah mereka ini juga dikategorikan Hizbiyyun/Sururiyyun/Harakiyyun sebagaimana orang Salafy berkelompok?

Keanehan ketiga, beliau sudah mulai menyesatkan orang lain yang tidak sepemahaman serta menyebut nama orangnya dan pelabelannya, yaitu Sayyid Quthub dan Abul A`la al-Maududi yang dianggap tokoh abad ini yang berfaham Khawarij.

Kejanggalan kembali terasa pada bab 12 : syubhat-syubhat seputar dakwah Salaf dan bantahannya. Pada bab ini beliau membuat suatu jawaban dan bantahan atas tuduhan-tuduhan yang selama ini beredar mengenai dakwah Salaf. Namun, banyak yang dianggap syubhat dan berusaha dijawab oleh beliau tapi tidak dijawab secara memuaskan, misalnya beliau membantahnya dengan mengutip ulama-ulama zaman dahulu yang jawabannya belum tentu sesuai dengan syubhat atau tuduhan tersebut, dan jawaban yang disajikan dalam membantah terselip bahasa dan kalimat yang kurang santun.

Pada bab 13, kejanggalannya semakin terasa lebih dahsyat : Firqah sesat dan menyesatkan. Pada bab ini beliau menyebutkan sebagian kelompok yang dianggapnya sebagai kelompok sesat, dengan maksud supaya umat Islam tidak mengikuti pemahaman yang dianggapnya sesat tersebut.

Sebagian nama kelompok yang disebutkan oleh beliau memang wajar dan beralasan jika namanya disebut, karena nama dan pendapat menyimpangnya sudah terkenal dan disebutkan dalam banyak kitab ulama terdahulu, seperti Khawarij, Syiah, Qadariyah, Jahmiyah, Jabbariyah, Mu'tazilah, Musyabbihah, Inkarussunnah, dll. walaupun sebenarnya sebagian kelompok tersebut memiliki tingkatan masing-masing dalam penyimpangannya, ada yang masih level kecil/wajar (sehingga yang level ini walau disebut penyimpangan tapi harus disikapi dengan lebih bijak), ada yang parah penyimpangannya dan ada juga yang sangat parah yang sampai menuhankan imam mereka.

Beliau sangat berlebihan dalam menganggap kelompok-kelompok lain yang berbeda pemahaman dengan kelompok Salafy sebagai kelompok sesat, seperti Asy'ariyyah, Maturudiyah, Falasifah, Tashawwuf, Jama'ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Sururiyyun, dan Hizbut Tahrir, yang nama-nama tersebut sudah familiar di kalangan kaum Muslimin, sebagian sudah terkenal dari zaman dahulu dan menjadi pemahaman mainstream kaum Muslimin dalam keyakinan (aqidah) seperti Asy'ariyyah dan Maturudiyah, sebagian ada yang menjadi pijakan dalam menyucikan hati seperti Tashawwuf, ada yang dianggap sesat tapi alasannya sangat singkat+tidak jelas seperti Falasifah, dan sebagian lagi adalah nama beberapa kelompok terkenal yang ada pada abad ini, yang semuanya tersebut sudah lumrah diyakini sebagai kelompok Islam, bukan kelompok sesat seperti yang dituduhkan beliau.

Sayangnya lagi, referensi yang digunakan beliau dalam menganggap kelompok tersebut sesat kebanyakan berasal dari beberapa kitab ulama panutannya yang membahas tentang kesesatan kelompok yang dianggap sesat, bukan berasal dari kajian dan observasi langsung beliau sendiri.

Kurang banyaknya memakai rujukan yang dipakai kelompok lain sehingga apa yang dituduhkannya belum tentu benar. Dengan menggunakan cara seperti itu bagaimana jika ada seseorang yang baru membaca sedikit buku rujukan madzhab Salafiyah, lalu menganggap Salafiyah itu sesat dan membuat buku mengenai hal tersebut, lalu ada orang lain yang juga baru sedikit membaca atau bahkan tidak pernah membaca buku rujukan madzhab Salafiyah yang langsung menulis buku baru berisi kutipan buku yang terbit sebelumnya itu?

Jika buku ini dianggap termasuk di antara cara dalam “mempromosikan” madzhab/manhaj Salaf, maka promosinya hanya bagus di tampilan luar, dan bagian awal dalam isi buku. Semakin ke dalam semakin nampak hal yang tidak baik, dan antiklimaksnya adalah beliau sendiri yang menghancurkan promosi yang sudah susah payah dilakukannya sejak awal, yaitu pada bagian akhir, beliau menyesatkan banyak kelompok yang berbeda dengan pemahaman beliau. Jika dianalogikan, ini seperti iklan yang awalnya bagus berisikan kelebihan produk yang ditawarkan, lalu pada akhir iklan tersebut menjadi tidak bagus karena menjelek-jelekkan nama merek produk yang lain padahal belum tentu produk yang dianggap jelek tersebut itu lebih jelek daripada produk yang sedang ditawarkannya.

Fatwa Ulama Saudi Terhadap Pemilu

Fatwa “Komite tetap untuk fatwa dan karya ilmiah” Negara Saudi Arabia, yang diketuai oleh Syeikh Binbaz -rohimahulloh-

يجب على المسلمين في البلاد التي لا تحكم الشريعة الإسلامية، أن يبذلوا جهدهم وما يستطيعونه في الحكم بالشريعة الإسلامية، وأن يقوموا بالتكاتف يدًا واحدةً في مساعدة الحزب الذي يعرف منه أنه سيحكم بالشريعة الإسلامية.
وأما مساعدة من ينادي بعدم تطبيق الشريعة الإسلامية فهذا لا يجوز، بل يؤدي بصاحبه إلى الكفر؛ لقوله تعالى: (وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ * أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ) [المائدة/49-50].

ولذلك لما بَيَّن اللهُ كفر من لم يحكم بالشريعة الإسلامية، حذر من مساعدتهم أو اتخاذهم أولياء، وأمر المؤمنين بالتقوى إن كانوا مؤمنين حقا، فقال تعالى: (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ) [المائدة/57].

Wajib bagi Kaum Muslimin di Negara yang tidak berhukum dengan Syari’at Islam, untuk mengerahkan usahanya dan apapun yang mereka sanggupi dalam berhukum dengan Syariat Islam. Dan wajib pula bagi mereka untuk bersatu padu dalam membantu partai yang dikenal akan berhukum dengan Syari’at Islam.

Adapun membantu orang yang mengajak untuk tidak menerapkan Syari’at Islam, maka ini tidak boleh, bahkan bisa menyeret pelakunya kepada kekufuran, sebagaimana Firman Allah ta’ala (yang artinya):
“Hendaklah Engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut hukum yang diturunkan Allah, janganlah Engkau mengikuti keinginan mereka, dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdaya Engkau dalam sebagian hukum yang telah diturunkan Allah kepadamu. Lalu jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allh berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan?! Tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini” (al-Ma’idah 49-50)

Oleh karena itu, ketika Allah menjelaskan kufurnya orang yang tidak berhukum dengan Syari’at Islam, Dia memperingatkan agar tidak membantu mereka atau menjadikan mereka pemimpin, dan memerintahkan Kaum Mukminin agar bertakwa bila mereka benar-benar beriman, Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan sebagai pemimpin; orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang kafir yang menjadikan agama kalian sebagai bahan ejekan dan permainan, dan bertakwalah kepada Allah bila kalian orang-orang yang beriman. (Al-Ma’idah: 57). 
 [Fatwa Lajnah Da'imah, seri kedua, 1/373]


Fatwa Syeikh Albani -rohimahulloh-

لا أرى ما يمنع الشعب المسلم إذا كان في المرشحين من يعادي الإسلام وفيهم مرشحون إسلاميون من أحزاب مختلفة المناهج فتصح -و الحالة هذه- كل مسلم أن ينتخب من الإسلاميين ومن هو أقرب إلى المنهج العلمي الصحيح.

Aku tidak melihat ada sesuatu yang melarang masyarakat muslim untuk memilih orang-orang pergerakan islam dan siapa pun yang lebih dekat kepada manhaj ilmu yang shohih, bila memang diantara para calon ada orang yang memerangi Islam, dan ada para calon yang islami dari partai-partai yang manhajnya bermacam-macam. [Majalah Assalafiyah, edisi 3, tahun 1418 H, hal: 29]

السؤال: ما حكم خروج النساء للانتخابات ؟
الجواب: يجوز لهن الخروج بالشرط المعروف في حقهن وهو أن يتجلبن الجلباب الشرعي ، وأن لا يختلطن بالرجال… ثم أن ينتخبن من هو أقرب إلى المنهج العلمي الصحيح من باب دفع المفسدة الكبرى بالصغرى.

Pertanyaan: Apa hukum keluarnya kaum wanita untuk mengikuti pemilu?
Jawab: Mereka boleh keluar (untuk itu) dengan syarat yang sudah ma’ruf untuk mereka, yaitu: berjilbab dengan jilbab syar’i dan tidak bercampur-baur dengan kaum lelaki… Kemudian, mereka memilih orang yang lebih dekat kepada manhaj ilmu yang shohih, karena alasan menolak keburukan yang besar dengan keburukan yang kecil. [Majalah Assalafiyah, edisi 3, tahun 1418 H, hal: 29]

إذا كان هناك مسلمون … يرشحون أنفسهم ليدخلوا البرلمان بزعم تقليل الشر… سواء للانتخاب الصغير أو الكبير فنحن نختاره, لماذا؟ لأنّ هناك قاعدة إسلامية على أساسها نحن نقول ما قلنا : إذا وقع المسلم بين شرّين، اختار أقلهما شرّاً . لا شك أن وجود رئيس بلدية مسلم هو بلا شك أقل شراً… من وجود رئيس بلدية كافر أو ملحد… نحن نفرق بين أن نَنتخِب وبين أن نُنتخَب ؛ لا نرشح أنفسنا لنُنتخَب لأننا سنحترق, أما من أبى إلا أن يحرق نفسه قليلا أو كثيراً ويرشح نفسه في هذه الانتخابات أو تلك، فنحن من باب دفع الشر الأكبر بالشر الأصغر, نختار هذا المسلم على ذاك الكافر أو على ذاك الملحد.
السائل : يا شيخنا أفهم من هذا الكلام أنه بالنسبة للبرلمان أو بالنسبة للانتخابات البلدية إذا ترشح مسلم فالتصويت عليه جائز .
الشيخ : نعم, لكن من باب دفع الشر الأكبر بالشر الأصغر، ليس لأنه خير.

Jika di sana ada Kaum Muslimin yang mencalonkan dirinya untuk masuk parlemen, dengan dalih mengurangi keburukan (yang ada) baik untuk pemilihan dalam lingkup kecil, maupun pemilihan dalam lingkup besar, maka kami akan memilihnya. Kenapa? Karena di sana ada kaidah islam yang bisa kami jadikan dasar mengatakan ini, yaitu: "bila seorang muslim berada di antara dua keburukan, maka ia (harus) memilih yang paling sedikit buruknya dari keduanya."

Tidak diragukan lagi, adanya seorang pemimpin negeri yang muslim, tidak diragukan itu lebih sedikit buruknya dari pada adanya seorang pemimpin negeri yang kafir atau atheis.

Kami membedakan antara masalah memilih dengan masalah mencalonkan diri. Kami tidak mencalonkan diri; agar dipilih karena kami akan terbakar. Adapun orang yang tidak mau kecuali membakar dirinya -baik sedikit maupun banyak-, dan mencalonkan diri di pemilihan ini ataupun itu, maka -karena alasan menolak keburukan terbesar dengan keburukan terkecil-, kami akan memilih orang muslim ini, bukan orang kafir atau orang atheis itu.

Penanya: Wahai Syeikh kami, saya paham dari ucapan (Anda) ini, bahwa untuk parlemen atau pemilihan pemimpin negeri, bila ada seorang muslim yang mencalonkan diri, maka boleh memberikan suara untuknya?

Syeikh: Ya (benar), tapi itu karena alasan menolak keburukan terbesar dengan keburukan terkecil, bukan karena hal itu baik. [Silsilah Huda wan Nur, kaset no: 660]

السائل: وردنا عنك كلام عن الانتخابات؛ أنك قلت عن الإخوان المسلمين الذين نزلوا لا ينبغي أن ينزلوا، لكن إذا نزلوا؛ فعلى المسلمين مؤازرتهم؟
الشيخ: نحن أولاً ما خصصنا بالذكر الإخوان المسلمين… سنرى في الساحة ناسا يرشحون أنفسهم من الإسلاميين… حينئذٍ, يجب علينا أن نختار من هؤلاء الذين نزلوا في ساحة الانتخاب؛ الأصلح، ولا نفسح المجال لدخول الشيوعيين والبعثيين والزنادقة والدهريين ونحو ذلك، هذا هو رأينا.
السائل: أنت تقول؛ يجب أن نختار الأفضل منهم؟
الشيخ: أي نعم.

Penanya: Telah sampai kepada kami perkataan Anda tentang pemilu, bahwa Anda mengatakan: “Ikhwanul Muslimin” yang turun (dalam kancah politik), tidak seyogyanya mereka turun, tapi ketika mereka telah turun, maka Kaum Muslimin harus mendukung mereka?

Syeikh: Pertama, kami tidak mengkhususkan penyebutan “Ikhwanul Muslimin” Kita akan melihat di lapangan; ada orang-orang pergerakan islam yang mencalonkan dirinya. Ketika keadaan demikian, maka wajib bagi kita untuk memilih yang paling baik dari mereka yang turun di kancah pemilu, dan kita tidak boleh membuka kesempatan bagi masuknya kelompok sosialis, atau ba’athis, atau munafikun, atau dahriyun, atau yang semisal mereka, inilah pendapat kami.

Penanya: Anda mengatakan kita wajib memilih yang terbaik dari mereka?
Syeikh: Ya, (benar). [Silsilah Huda wan Nur, kaset no: 221, menit: 2:57]

أما القسم الثاني: وهم الذين ينتخبون هؤلاء؛ فنقول: هؤلاء عليهم أن يطبقوا قاعدة شرعية؛ وهي أن المسلم إذا وقع بين شرين وجب عليه أن يختار أقلهما شرا, فأنا كشخص من الأمة يرى ذلك الرأي الذي خلاصته: أن لا يرشح المسلم نفسه, لأنه سيخسر منها شيئا كثيرا أو قليلا. ولكن نحن لا بد أن نعالج هذا الواقع على عجره وبجره, فإذا تقدم جماعة من الإسلاميين, ورشحوا أنفسهم, وفي مقابلهم ناس إما مسلمين غير ملتزمين أو ليسوا بمسلمين وقد يكونون من المسلمين المرتدين عن دينهم؛ حينئذ القاعدة المذكورة آنفا: علينا أن نختار من إذا كان في البرلمان… ما يكون شره أقل من شر غيره؛ على هذا كان الواجب على الناخبين جميعا أن يختاروا الإسلاميين مهما كانت اتجاهاتهم وحزبياتهم, و و و و إلى آخره… فهذا رأيي, إذن هو يتعلق بطائفتين. طائفة رشحوا أنفسهم لا ننصحهم, أما وقد رشحوا أنفسهم فعلينا أن نختار منهم من كان أقرب إلى العمل الإسلامي.

Adapun golongan kedua, yakni orang-orang yang memilih mereka (yang dicalonkan), maka kami mengatakan: mereka (para pemilih) harus menerapkan kaidah syariat, yaitu: jika seorang muslim jatuh di antara dua keburukan, maka dia wajib memilih yang paling sedikit keburukannya. Maka saya sebagai salah satu dari individu umat ini memilih pendapat yang intinya:

Agar seorang muslim tidak mencalonkan dirinya, karena dia akan rugi dengannya, baik rugi banyak maupun sedikit. Tapi, kita harus mengobati kenyataan ini, betapapun buruknya keadaan ini.

Maka apabila kelompok pergerakan islam maju dan mencalonkan diri mereka, sedang di depan mereka ada golongan manusia -yang bisa jadi mereka itu muslim tapi tidak taat, atau tidak muslim sama sekali, atau pernah muslim tapi murtad setelah itu-, ketika keadaannya demikian, maka sesuai kaedah yang telah disebutkan tadi: kita harus memilih orang yang bila dia masuk dalam parlemen. keburukannya lebih sedikit dari keburukan selain dia. Karena hal ini, maka wajib bagi semua pemilih untuk memilih kelompok pergerakan islam, apapun pemikiran mereka, partai mereka.

Inilah pendapatku, jadi ini berkaitan dengan dua golongan: golongan yang mencalonkan diri mereka; kami tidak menasehatkan untuk (mengambil langkah itu). Adapun ketika mereka telah mencalonkan diri mereka, maka kitaharus memilih dari mereka; orang yang lebih dekat kepada praktek agama islam. [Silsilah Huda wan Nur, kaset no: 287, menit: 30:12]

إذا وجد هناك ناس من الشباب المسلم رشح نفسه نائبا في البرلمان مقابل أفراد آخرين من أحزاب غير إسلامية؛ فأنا أرى والحالة هذه أن ننتخب الجنس الأول؛ لأننا إن لم ننتخبه نجح الجنس الآخر، يعني من باب تحقيق أخف الضررين. لا ننصح مسلما بأن يرشح نفسه فإن أبى ورأى أن هذا فيه خير ورشح نفسه يجب علينا أن نرشحه ..”اهـ

Jika di sana ada orang-orang dari pemuda muslim yang mencalonkan dirinya sebagai wakil di parlemen, dia bersaing dengan orang-orang lain dari partai-partai yang tidak islami, maka jika keadaannya demikian, saya melihat bolehnya memilih jenis pertama, karena bila kita tidak memilihnya; jenis pesaingnya akan berhasil, hal ini karena alasan mewujudkan bahaya terkecil. Kami tidak menasehatkan seorang muslim untuk mencalonkan dirinya, tapi bila ia menolak (hal itu), dan melihat adanya kebaikan dalam langkahnya, maka kita wajib memilihnya. [Silsilah Huda wan Nur, kaset no: 441, menit: 15:20] 


Penjelasan Syeikh Assi’di -rohimahulloh

أن الله يدفــع عن المؤمنين بأسباب كثيرة وقد يعلمون بعضها وقد لا يعلمون شيئًا منها، وربما دفع عنهم بسبب قبيلتهم، وأهل وطنهم الكفار، كما دفع الله عن شعيب، رجم قومه، بسبب رهطه، وأن هذه الروابط، التي يحصل بها الدفع عن الإسلام والمسلمين، لا بأسَ بالسعي فيها، بل ربما تعين ذلك؛ لأنَّ الإصلاح مطلوب، حسب القدرة والإمكان. فعلى هذا، لو سعى المسلمون الذين تحت ولاية الكفار، وعملوا على جعل الولاية جمهورية، يتمكن فيها الأفراد والشعوب من حقوقهم الدينية والدنيوية لكان أولى، من استسلامهم لدولة تقضي على حقوقهم الدينية والدنيوية، وتحرص على إبادتها، وجعلهم عَمَلَةً وخَدَمًا لهم. نعم إن أمكن أن تكون الدولة للمسلمين، وهم الحكام، فهو المتعين، ولكن لعدم إمكان هذه المرتبة، فالمرتبة التي فيها دفع ووقاية للدين والدنيا مقدمة، والله أعلم.

Sungguh Allah ta’ala itu melindungi kaum mukminin dengan jalan yang banyak, mereka kadang mengetahui sebagian jalan itu, dan kadang mereka tidak mengetahuinya sama sekali. Kadang Allah membela mereka melalui kabilah dan penduduk negeri mereka yang kafir, sebagaimana Allah melindungi Nabi Syu’aib dari hukuman rajam kaumnya melalui keberadaan kabilahnya. Dan sungguh hubungan-hubungan pertalian ini bila dengannya Agama Islam dan Kaum Muslimin bisa terlindungi, maka tidak mengapa berusaha mewujudkannya, bahkan bisa saja hal itu diharuskan, karena perbaikan itu dituntut sesuai dengan kemampuan dan kesempatan.

Oleh karena itu, jika Kaum Muslimin yang berada di bawah kekuasaan kaum kafirin berusaha dan bekerja untuk menjadikan Negaranya bersistem Demokrasi, sehingga penduduk dan masyarakatnya bisa mendapatkankan hak agama dan dunianya, tentunya ini lebih baik daripada mereka tunduk kepada Negara yang merampas hak agama dan dunia mereka, berusaha menindas mereka, dan menjadikan mereka sebagai pekerja dan budaknya.

Memang benar, bila dimungkinkan Negara itu menjadi Negara Kaum Muslimin dan mereka menjadi penguasanya, tentunya itu yang diharuskan. Tapi karena tingkatan itu tidak dimungkinkan, maka tingkatan yang di dalamnya agama dan dunia mereka menjadi kuat dan terlindungi; tentunya (harus) dikedepankan, wallohu a’lam. [Tafsir Assi’di, Surat Hud, ayat: 91]

Fatwa Syeikh Utsaimin -rohimahulloh-

السؤال: ما حكم الانتخابات الموجودة في الكويت , علماً بأن أغلب من دخلها من الإسلاميين ورجال الدعوة فتنوا في دينهم؟ وأيضاً ما حكم الانتخابات الفرعية القبلية الموجودة فيها يا شيخ؟
الجواب: أنا أرى أن الانتخابات واجبة, يجب أن نعين من نرى أن فيه خيراً, لأنه إذا تقاعس أهل الخير, من يحل محلهم؟ أهل الشر, أو الناس السلبيون الذين ليس عندهم لا خير ولا شر, أتباع كل ناعق, فلابد أن نختار من نراه صالحاً.
فإذا قال قائل: اخترنا واحداً لكن أغلب المجلس على خلاف ذلك, نقول: لا بأس, هذا الواحد إذا جعل الله فيه بركة وألقى كلمة الحق في هذا المجلس سيكون لها تأثير ولابد, لكن ينقصنا الصدق مع الله, نعتمد على الأمور المادية الحسية ولا ننظر إلى كلمة الله عز وجل. ماذا تقول في موسى عليه السلام عندما طلب منه فرعون موعداً ليأتي بالسحرة كلهم, واعده موسى ضحى يوم الزينة – يوم الزينة هو: يوم العيد؛ لأن الناس يتزينون يوم العيد- في رابعة النهار وليس في الليل, في مكان مستوٍ, فاجتمع العالم، فقال لهم موسى عليه الصلاة والسلام: وَيْلَكُمْ لا تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِباً فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى [طه:61]، كلمة واحدة صارت قنبلة, قال الله عز وجل: فَتَنَازَعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ [طه:62]… من وقت ما قال الكلمة هذه تنازعوا أمرهم بينهم, وإذا تنازع الناس فهو فشل, كما قال الله عز وجل: وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا [الأنفال:46]… والنتيجة أن هؤلاء السحرة الذين جاءوا ليضادوا موسى صاروا معه, أُلقوا سجداً لله, وأعلنوا: آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَى [طه:70] وفرعون أمامهم, أثرت كلمة الحق، من واحد أمام أمة عظيمة، زعيمها أعتى واحد.
فأقول: حتى لو فرض أن مجلس البرلمان ليس فيه إلا عدد قليل من أهل الحق والصواب سينفعون, لكن عليهم أن يصدقوا الله عز وجل.
أما القول: إن البرلمان لا يجوز ولا مشاركة الفاسقين, ولا الجلوس معهم, هل نقول: نجلس معهم لنوافقهم؟ نجلس معهم لنبين لهم الصواب.
بعض الإخوان من أهل العلم قالوا: لا تجوز المشاركة, لأن هذا الرجل المستقيم يجلس إلى الرجل المنحرف, هل هذا الرجل المستقيم جلس لينحرف؟! أم ليقيم المعوج؟! نعم ليقيم المعوج, ويعدل منه, إذا لم ينجح هذه المرة, نجح في المرة الثانية.
السائل: … الانتخابات الفرعية القبلية يا شيخ!
الشيخ: كله واحد أبداً, رشّح من تراه خَيِّرَاً، وتوكل على الله.

Pertanyaan: Wahai syeikh, apa hukum pemilu yang ada di Negara Kuwait, padahal diketahui; mayoritas orang pergerakan islam dan para da’i yang masuk ke dalamnya, agamanya menjadi rusak? Lalu apa hukum pemilihan ketua kabilah yang ada di sana?

Jawaban: Saya melihat, (mengikuti) pemilu itu wajib, kita wajib menunjuk orang yang kita lihat ada kebaikan padanya, karena bila orang-orang yang baik pada mundur, siapa yang akan menempati tempat mereka? (tentu saja) orang-orang yang buruk, atau orang-orang ‘pasif’ yang tidak memiliki kebaikan atau keburukan, pembeo setiap orang yang berteriak (mengajaknya), maka kita wajib memilih orang yang kita nilai saleh.

Jika ada yang mengatakan: Kita memilih satu (orang saleh), padahal mayoritas anggota majlis bertentangan dengan keadaannya.

Kita katakan: Tidak masalah, satu orang ini, jika Allah memberikan keberkahan padanya, dan menyampaikan ‘pesan kebenaran’ dalam majlis ini, itu akan mempunyai pengaruh, dan itu keniscayaan. Tapi (masalahnya) kita kurang tulus terhadap Allah, kita menyandarkan diri pada hal-hal yang bersifat materi dan kasat mata, tapi tidak melihat kepada kalimat Allah azza wajalla.

Lihatlah tindakan Nabi Musa -alaihissalam- ketika Fir’aun meminta kepadanya ‘waktu janjian’ agar dia bisa mendatangkan semua tukang sihir, Nabi Musa memberikan ‘waktu janjian’, yaitu: waktu dhuha pada hari raya (mereka), di siang bolong, di tempat yang lapang. Maka seluruh manusia pun berkumpul, lalu Nabi Musa -alaihissalam- mengatakan kepada mereka: “Celakalah kalian, janganlah kalian berdusta atas nama Allah, sehingga Dia membinasakan kalian dengan azab, dan pasti merugi orang yang berdusta (atas namaNya)”. Satu kalimat yang bisa menjadi ‘bom’. Allah mengatakan setelah itu: “Maka mereka pun saling berselisih dalam urusan mereka, tapi mereka merahasiakan percakapan mereka” 

Dari sejak Nabi Musa mengucapkan kalimat itu, mereka saling berselisih dalam urusan mereka, dan bila orang-orang telah berselisih, maka itu kelemahan, sebagaimana Allah ta’ala berfirman: “Janganlah kalian saling berselisih, sehingga kalian menjadi lemah.” Dan hasilnya, para tukang sihir yang datang untuk melawan Musa, malah menjadi bersamanya, mereka menyungkur sujud kepada Allah, dan mengumumkan: “Kami telah beriman kepada Rabb Harun dan Musa”, padahal Fir’aun di hadapan mereka. Pesan kebenaran telah mempengaruhi mereka, dari satu orang, di hadapan umat manusia yang banyak, dan pemimpinya orang yang paling angkuh.

Oleh karena itu, saya katakan; walaupun bila di majlis parlemen hanya ada sedikit pengikut kebenaran, mereka akan memberikan manfaat, tapi mereka harus tulus kepada Allah ta’ala.

Adapun perkataan bahwa parlemen itu tidak dibolehkan, begitu pula bergabung dengan orang-orang fasik dan duduk bersama mereka, (maka) apakah kita mengatakan boleh duduk dengan mereka untuk menyetujui mereka?! Kita duduk bersama mereka untuk menjelaskan kebenaran kepada mereka.

Sebagian saudara kita dari ulama mengatakan: “Tidak boleh bergabung (dengan mereka di majlis), karena orang yang lurus tersebut akan duduk bersama orang yang menyimpang”. (maka kita katakan), apakah orang yang lurus tersebut duduk untuk menyimpang, atau untuk meluruskan yang bengkok? Tentu untuk meluruskan yang bengkok dan mengubahnya. Jika dia tidak berhasil pada kali pertama, tentu ia akan berhasil pada kali kedua.

Penanya: Wahai Syeikh, bagaimana dengan pemilihan ketua kabilah?
Syeikh: Semuanya sama, calonkan siapa yang kamu anggap orang baik, dan bertawakkallah kepada Allah!

السؤال: فضيلة الشيخ , سائل يقول : هل أفتيتم بجواز الانتخابات ؟ وما حكمها؟ .
الجواب: نعم أفتينا بذلك– ولا بد من هذا – لأنه إذا فُقِدَ صوت المسلمين ؛ معناه : تَمَحُّض المجلس لأهل الشر , وإذا شارك المسلمون في الانتخابات ؛ انتخبوا من يرون أنهم أهل لذلك , فيحصل بهذا خير وبركة”.
وقال الشيخ أحمد بن عبد الرحمن القاضي: سألت شيخنا رحمه الله :عن المسلمين في أمريكا، هل يشاركون في الانتخابات التي تجري في الولايات لصالح مرشح يؤيد مصالح المسلمين ؟. فأجاب بالموافقة ، دون تردد” .

Pertanyaan: Syeikh yang terhormat, ada yang bertanya: Apakah Anda telah memfatwakan bolehnya pemilu? Apa hukumnya?

Jawaban: Ya, memang saya telah memfatwakan itu, dan ini sebuah keharusan, karena bila suara Kaum Muslimin hilang, artinya; majlis akan murni menjadi milik pelaku keburukan, (berbeda) bila Kaum Muslimin ikut serta dalam pemilu, mereka akan memilih orang yang mereka lihat pantas dengan hal tersebut, sehingga akan timbul kebaikan dan keberkahan. [Kitab As'ilah Qotoriyah, hal: 34]

Syeikh Ahmad bin Abdurrohman al-Qodli mengatakan: Aku telah bertanya kepada Syeikh kami (yakni Syeikh Utsaimin) -rohimahulloh- tentang Kaum Muslimin di Amerika, apakah mereka boleh mengikuti pemilu yang berjalan di beberapa wilayah (Negara tersebut) untuk mendukung calon yang mendukung kepentingan Kaum Muslimin?, maka beliau menjawabnya dengan persetujuan, tanpa ada keraguan (sedikit pun). [Kitab Tsamarotut Tadwin, masalah no: 593, tertanggal 29/6/1420 H]


Fatwa Syeikh Abdul Aziz Alusy Syeikh -hafizhohulloh- (Mufti Saudi sekarang)

السائل: قلتَ قبل قليل إن الانتخابات العراقية يجب على أهل السنة المشاركة فيها؟
الشيخ: … أن أهل السنة والجماعة، أهل الخير والأفكار السليمة والنوايا الصادقة، إذا تقوقعوا في بيوتهم وتركوا الأمور يلعب بها من شاء ما استفادوا شيئا. الإنسان لا يدخل على أنه سيحقق كل شيء، أو أنه سيغلب, وإنما يدخل على أنه سيساهم في الخير جهده، ورحم الله من نصر الإسلام ولو بشق كلمة. مسلم واحد صادق قد يقف أمام آلاف من غير الصادقين؛ القضية ترجع إلى النية الصالحة، وإذا كان هدفه الإصلاح ويعلم الله منه, أنه ما دخل إلا ليصلح ويحسن الوضع ويسدد؛ فمعه توفيق الله.
أما ما سوى ذلك فلا ينبغي أن يكون عائقا؛ ونقول: خلاص هؤلاء موجودون ما يسوون شيئا, لا, نحن نشارك ونساهم في الخير ونسعى جهدنا في أن نحقق انتخابا سليما، وأن يكون لأهل الخير والصلاح والنوايا الصادقة والأفكار الطيبة؛ وجود، حتى لا يفسحوا المجال لغيرهم. فإذا تخلوا وفسحوا المجال لغيرهم؛ لم يستطيعوا أن يمسكوا بالأمور بل سيضيعون وسيُهمّشون، ولن يكون لهم أي صوت معروف.
السائل: طيب توضيح بسيط يا شيخ؛ هذه الانتخابات تجري في ظل الاحتلال، والأمريكان موجودون؟
الشيخ: أنا لم أقل أن من دخل سيقلب الموازين؛ أنا أقول أهل الخير بنواياهم الصادقة إذا دخلوا سيكون لهم نصيب بتوفيق من الله.
ادخل وساهم في الخير، وكم من فئة قليلة غلبت فئة كثيرة بإذن الله. المسلم الصادق بنيته وعزيمته يجعل الله له تأييدا ومحبة في القلوب, ويصلح الأخطاء ويساهم في الخير، وليس المهم أن أصلح كل الأشياء؛ لكن أسعى في الخير جهدي؛ فإذا توافرت الجهود من هنا وهنا وهنا؛ نفع الله بذلك.
السائل: طيب يا شيخ؛ هم لهم أربع سنوات؛ ما غيروا شيئا؟ أليس الأفضل أن يجلسوا في بيوتهم ولا ينصب على رقابهم الروافض؟
الشيخ: أرجو أن لا تنظر إلى هذه الأمور, انظر إلى النوايا الطيبة، والمستقبل الزاهر، إن شاء الله؛ اجعل القصد والهدف هو؛ أن هذا الإنسان دخل لعل صوته يكون له شأن, ينفع الله به ويزاحم غيره… المسلم يدعو إلى الله على قدر استطاعته وعلى قدر جهده؛ تحقق الأمر أو لم يتحقق. المهم أن يعلم الله منه أنه سعى في الخير جهده، سعى ليحقق أملا، وإذا صلحت نيته؛ فبنيته وقصده يبلغ المسلم مبالغ عظيمة، والله لا يضيع أجر من أحسن عملا.

Penanya: Belum lama tadi Anda mengatakan, bahwa wajib bagi Ahlussunnah mengikuti pemilu di Negara Irak?

Syeikh: Sungguh, bila Ahlussunnah -pemilik kebaikan, yang berpikiran lurus, dan punya niat tulus-, bila mereka mengeram (berdiam) di rumah-rumah mereka dan membiarkan segala urusan dipermainkan oleh siapa saja yang menghendaki, tentu mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa.

Seseorang tidaklah masuk (pemilu) untuk mewujudkan segala sesuatu atau dia harus menang, tapi dia masuk itu untuk menyumbangkan usaha perbaikan, dan Allah merahmati orang yang memperjuangkan Islam, meski hanya dengan sepatah kata. Satu muslim yang tulus terkadang mampu berdiri di hadapan ribuan orang yang tidak tulus.

Masalahnya kembali kepada niat yang baik, jika tujuannya memperbaiki (keadaan) dan Allah mengetahui hal itu padanya, bahwa ia tidak masuk kecuali untuk memperbaiki dan meluruskan keadaan, maka taufiq Allah akan menyertainya.

Adapun hal-hal selain itu, maka tidak sepantasnya menjadi penghalang, lalu kita mengatakan: sudahlah mereka (Amerika cs) masih ada, mereka (yang masuk) tidak bisa berbuat apa-apa! Tidak, kita hendaknya ikut serta dan memberikan sumbangsih dalam kebaikan, serta berusaha mewujudkan pemilu yang bersih.

Dan hendaklah orang-orang yang baik dan saleh, yang memiliki niat tulus dan pikiran yang baik itu; diakui keberadannya, sehingga mereka tidak membuka kesempatan bagi yang lain. Tapi bila mereka meninggalkan lahan tersebut dan memberikan kesempatan bagi yang lain, mereka tidak akan mampu mengatur keadaan, sebaliknya mereka akan hilang dan disingkirkan, dan tidak akan ada ‘suara yang didengar’ sedikit pun dari mereka.

Penanya: baiklah, wahai Syeikh ada sedikit keterangan, pemilu ini berjalan di bawah naungan penjajah, dan Amerika masih ada (di lapangan)?

Syeikh: Saya tidak mengatakan bahwa orang yang masuk (pemilu) akan membalik keadaan, saya mengatakan: bahwa orang-orang yang baik dengan niat-niat mereka yang tulus, bila mereka masuk, maka dengan taufiq Allah mereka akan mendapatkan hasil dari usahanya. Masuklah, dan berilah sumbangsih dalam kebaikan, “Betapa banyak kelompok kecil yang dapat mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah”.

Allah akan memberi seorang muslim -dengan niat dan tekadnya-; pendukung dan kecintaan dalam hati (manusia), dia bisa memperbaiki banyak kesalahan dan dapat memberikan sumbangsih dalam kebaikan.

Yang penting bukanlah memperbaiki segala sesuatu, tetapi bagaimana aku memberikan sumbangsih dalam kebaikan. Maka, apabila ada banyak usaha (perbaikan) dari sana sini, tentu Allah akan mendatangkan banyak manfaat dengannya.

Penanya: Wahai Syeikh, baiklah, mereka sudah empat tahun lamanya, tapi tidak bisa mengubah apapun! Bukankah lebih baik mereka duduk saja di rumah-rumah mereka, dan tidak meletakkan orang-orang syiah rofidhoh di leher-leher mereka?!

Syeikh: Saya berharap kamu tidak usah melihat hal-hal ini, lihatlah niat-niat yang baik dan masa depan yang gemilang, insya Allah. Jadikanlah maksud dan tujuan itu; bahwa orang ini masuk, mungkin saja suaranya diperhitungkan, Allah menjadikannya bermanfaat dan dapat bersaing dengan yang lainnya.

Seorang muslim hendaklah berdoa kepada Allah semampunya dan sesuai dengan usahanya, baik tujuannya tercapai ataupun tidak. Yang penting Allah mengetahui bahwa dia telah berusaha dalam kebaikan, telah berusaha mewujudkan keinginannya. Bila niatnya baik, maka dengan niat dan maksudnya, seorang muslim akan sampai pada kedudukan yang agung, dan Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang baik amalannya.

http://www.youtube.com/watch?v=-BeeAn8UKXw


Syeikh Abdul Muhsin al-Abbad -hafizhohulloh- (Ahli hadits paling senior di Madinah sekarang)

السؤال: ما قولكم في التصويت في الانتخابات مع العلم أن هناك حزبا نصرانيا سيشترك في الانتخابات، و إذا فاز فسيكون له أثر كبير وضرر على المسلمين؟
الجواب: إذا كان دخول المسلمين يرجح جانب الخير للمسلمين فيدخلون، وإذا كان دخولهم لا يقدم ولا يؤخر فإنهم لا يدخلون، وإذا كان دخولهم يسهم في إبعاد من هو شر وتحصيل من هو أقل شراً وأخفف ضرراً، حتى لو كان من الكفار أنفسهم كما في البلاد التي فيها أقلية إسلامية, ويكون الأمر دارًا بين الكافرين؛ أحدهما شديد الحقد على المسلمين فإذا وصل إلى السلطة أعداهم وحال بينهم وبين القيام بعباداتهم على الذي ينبغي, والثاني ليس كذلك, متسامح مع المسلمين، ليس عنده حقد شديد عليهم… فإذا كان الأمر بين اثنين, ودخول المسلمين يرجح ذلك الهين على المسلمين فلهم أن يدخلوا, واذا كان دخولهم لا يقدم ولا يؤخر فليتركوه, فدخولهم ليس لاختيار خليفةٍ, فإن هؤلاء كفار متسلطون, لكن بعض الشر أهون من بعض وارتكاب أخف الضررين للتخلص من أشدهما مطلوب, ومعلوم أن الله ذكر في القرآن فرح المسلمين بانتصار الروم على الفرس والاثنين كفار, لكن لماذا يفرح المسلمون بانتصار الروم على الفرس؟ لأن هؤلاء مجوس وكفرهم شديد وكفرهم عظيم, وأعظم الكفر ناحية المشرق كما قال رسول الله, وملك الفرس مزق كتاب رسول الله لما جاء إليه, وأما ملك الروم احتفظ بالكتاب, ففرق بين كافر شديد الحقد على المسلمين وكافر خفيف الضرر على المسلمين, فإذا كان دخولهم ينفع في تحصيل من هو أخف ضررا فإنهم يدخلون, واذا كان دخولهم لا يقدم ولا يؤخر فانهم يبتعدون.

Pertanyaan: Mereka saudara-saudara kita dari INDONESIA bertanya: Apa pendapat Anda tentang menggunakan hak suara dalam pemilu, karena di sana ada partai nasrani yang akan mengikuti pemilu, dan bila partai itu menang, dia akan memiliki pengaruh besar dan akan berbahaya bagi Kaum Muslimin?

Jawaban: Jika masuknya Kaum Muslimin akan menguatkan ‘sisi baik’ bagi Kaum Muslimin, maka mereka boleh masuk, tapi bila masuknya mereka tidak berpengaruh apa-apa, maka mereka tidak boleh masuk.

Bila masuknya mereka dapat membantu menjauhkan orang yang buruk, dan menempatkan orang yang keburukannya lebih sedikit atau bahayanya lebih ringan, bahkan bila mereka dari orang-orang kafir sendiri, sebagaimana terdapat di Negara-negara yang islamnya minoritas, dan pilihan berada di antara dua orang kafir, yang satu sangat membenci Kaum Muslimin, dan bila dia sampai ke tampuk kekuasaan, dia akan memusuhi mereka, dan menghalangi mereka dari pelaksanaan amal ibadah mereka sebagaimana mestinya, sedang yang kedua tidak demikian, dia toleran terhadap Kaum Muslimin, tidak memiliki permusuhan yang besar dengan mereka. Jika perkarannya berada di antara dua pilihan ini, dan masuknya Kaum Muslimin akan menguatkan posisi si kafir yang ‘lembut’ kepada Kaum Muslimin itu, maka mereka boleh masuk.

Tapi bila masuknya mereka tidak berpengaruh apa-apa maka hendaklah mereka meninggalkannya, karena masuknya mereka bukanlah untuk memilih kholifah, karena mereka semua orang-orang kafir yang menguasai mereka, tapi sebagian keburukan lebih ringan dari sebagian yang lain, dan mengambil bahaya yang lebih ringan agar selamat dari bahaya yang lebih besar itu merupakan tuntutan.

Telah maklum bahwa Allah menyebutkan dalam Alquran; kegembiraan Kaum Muslimin dengan kemenangan Romawi atas Persia, padahal dua-duanya kafir, tapi mengapa Kaum Muslimin bergembira dengan menangnya Romawi atas Persia? Karena Persia adalah kaum majusi dan kekufuran mereka itu parah dan dahsyat, dan sebagaimana sabda Rosul: “Kekufuran yang paling dahsyat adalah kekufuran yang ada di (belahan bumi) bagian timur”, Raja Persia merobek surat Rosulullah yang sampai kepadanya, adapun Raja Romawi, ia menjaga surat (beliau yang sampai kepadanya).

Maka (jelas) berbeda antara orang kafir yang sangat membenci Kaum Muslimin dan orang kafir yang ringan bahayanya terhadap Kaum Muslimin.

Maka jika masuknya mereka dapat menempatkan orang yang bahayanya lebih ringan, maka mereka boleh masuk, tapi jika masuknya mereka tidak berpengaruh apa-apa, maka hendaknya mereka menjauhinya.
http://www.youtube.com/watch?v=EJSon...&feature=share

السؤال: هل المشاركة في الانتخابات من تغيير المنكر باليد، حيث إن الإنسان يختار الرجل الصالح ليكون حاكماً؟.
الجواب: هذه الانتخابات ليست من الطرق الشرعية، وإنما هي من الطرق الوافدة على المسلمين من أعدائهم، والحكم فيها للغلبة ولو كانت الأغلبية من أفسد الناس، أو كان الذي ينتخبونه من أفسد الناس؛ لأنهم ينتخبون واحداً منهم، والحكم للغلبة، وحيث يكون الغلبة أشراراً فإنهم سيختارون شريراً منهم. والدخول في الانتخابات إذا لم يحصل من ورائه فائدة ومصلحة فلا يصلح .
ولكن إذا كان سيترتب عليه مصلحة من أن الأمر يدور بين شخصين أحدهما سيء والثاني حسن، ولو لم يشارك في تأييد جانب ذلك الحسن فإنه تغلب كفة ذلك السيئ، فإنه لا بأس بالمشاركة من أجل تحصيل تلك المصلحة ودفع المضرة. بل لو كان الأمر يدور بين شخصين أحدهما شرير والثاني دونه في الشر كما يحصل في بعض البلاد التي فيها أقليات إسلامية والحكم فيها للكفار، فإذا صار الأمر يدور بين كافرين أحدهما شديد الحقد على المسلمين, وشديد المعاداة لهم، ويضيق عليهم، ولا يمكنهم من أداء شعائرهم، والثاني مسالم، ومتعاطف مع المسلمين، وليس عنده الحقد الشديد عليهم، فلا شك أن ترجيح جانب من يكون خفيفاً على المسلمين أولى من ترك الأمر بحيث يتغلب ذلك الكافر الشديد الحقد على المسلمين. ومعلوم أنه جاء في القرآن أن المسلمين يفرحون بانتصار الروم على الفرس، وهم كفار كلهم، لكن هؤلاء أخف؛ لأن هؤلاء ينتمون إلى دين، وأولئك يعبدون الأوثان ولا ينتمون إلى دين، وإن كان الجميع كفاراً، لكن بعض الشر أهون من بعض. ومن قواعد الشريعة ارتكاب أخف الضررين في سبيل التخلص من أشدهما، فإذا ارتكب أخف الضررين في سبيل التخلص من أشدهما فإن هذا أمر مطلوب… والحاصل: أن الدخول في الانتخابات ليس على إطلاقه، والأصل ألا يدخل فيها إلا إذا حصل في الدخول مصلحة بأن كان الأمر دائراً بين شرير وطيب، أو بين شريرين أحدهما أخف من الآخر، وكان ترك المشاركة يؤدي إلى تغلب من هو أخبث وأشد؛ ففي هذه الحالة لا بأس بذلك من أجل ارتكاب أخف الضررين في سبيل التخلص من أشدهما”. [شرحه على سنن أبي داود, ش 488]

Pertanyaan: Apakah ikut serta dalam pemilu termasuk dalam kategori merubah kemungkaran dengan ‘tangan’, karena seseorang bisa memilih orang yang saleh agar menjadi penguasa?

Jawaban: Pemilu ini bukanlah cara yang sesuai syariat, tapi ia merupakan cara yang menyusup kepada Kaum Muslimin dari musuh mereka, dan keputusan di dalamnya tergantung pada mayoritas, walaupun mayoritasnya dari orang yang paling rusak, atau orang yang memilihnya dari orang yang paling rusak, karena mereka memilih salah seorang dari mereka dan keputusan milik suara terbanyak, dan ketika yang terbanyak adalah orang-orang buruk, maka mereka akan memilih salah seorang yang buruk dari mereka itu.

Dan masuk dalam pemilu, jika tidak mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan, maka itu tidak pantas (dilakukan). Tapi apabila (langkah masuk dalam pemilu itu) akan mendatangkan maslahat karena perkaranya berada di antara dua orang, yang satu buruk, sedang yang kedua baik, dan jika dia tidak ‘ikut serta’ dalam mendukung pihak orang yang baik itu, maka posisi orang yang buruk itu akan kuat, maka tidak mengapa ‘ikut serta’ untuk meraih maslahat itu dan menolak mudhorotnya.

Bahkan ketika perkaranya berada di antara dua orang, yang satu buruk, sedang yang lain lebih ‘mending’ keburukannya, sebagaima terjadi di sebagian Negara yang islamnya minoritas dan kekuasaan ditangan orang-orang kafir. Bila perkaranya berada di antara dua orang kafir, yang satu sangat membenci Kaum Muslimin, sangat memusuhi mereka, menindas mereka, dan tidak mengijinkan mereka melaksanakan syiar-syiar agama mereka, sedang yang kedua bersikap damai, simpati kepada Kaum Muslimin, dan dia tidak punya kebencian yang besar kepada mereka, maka tidak diragukan lagi menguatkan pihak orang yang ‘ringan’ (toleran) terhadap Kaum Muslimin, itu lebih baik daripada urusan ini (sama sekali), sehingga menyebabkan orang kafir yang sangat membenci Kaum Muslimin itu bisa menang (dalam pemilu).

Dan sebagaimana diketahui, telah disebutkan dalam Alqur’an; bahwa Kaum Muslimin bergembira dengan kemenangan Romawi atas Persia, padahal mereka semua kafir, tapi Romawi lebih ringan, karena mereka masih berafiliasi kepada agama (samawi), adapun Persia mereka menyembah berhala dan tidak berafiliase kepada agama, meskipun semuanya kafir, tapi sebagian keburukan lebih ringan dari keburukan yang lainnya, dan termasuk dalam kaidah syariat; “bahaya yang lebih ringan (harus) diambil sebagai jalan untuk selamat dari bahaya yang lebih besar”, dan apabila bahaya yang lebih ringan telah diambil agar selamat dari bahaya yang lebih besar, maka inilah yang diinginkan.

Intinya; hukum masuk dalam pemilu tidak mutlak adanya. Pada asalnya seseorang tidak boleh masuk di dalamnya, kecuali bila ada maslahat dalam memasukinya, (misalnya) bila perkaranya berada di antara orang yang buruk dengan orang yang baik, atau di antara dua orang yang sama-sama buruk, namun yang satu lebih ‘mending’ dari yang lainnya, dan meninggalkan keikutsertaan (dalam pemilu) akan memenangkan orang yang lebih buruk dan lebih parah, maka dalam keadaan seperti ini, tidak mengapa mengambil langkah mengikuti pemilu, karena alasan “mengambil bahaya yang lebih ringan sebagai jalan agar selamat dari bahaya yang lebih besar”. [Syarah Sunan Abi Dawud, kaset no: 488] 

Liku Liku Sejarah Arab Saudi

Arab Saudi merupakan salah satu negara di Dunia Islam yang cukup strategis, terutama karena di negara tersebut terdapat Baitullah di Makkah yang menjadi pusat ibadah haji kaum Muslim seluruh dunia. Apalagi perjalanan Islam tidak bisa dilepaskan dari wilayah Arab Saudi. Sebab, di sanalah Rasulullah saw. lahir dan Islam bermula hingga menjadi peradaban besar dunia. Arab Saudi juga sering menjadi rujukan dalam dunia pendidikan Islam karena di negara tersebut terdapat beberapa universitas seperti King Abdul Aziz di Jeddah dan Ummul Qura di Makkah yang menjadi tempat belajar banyak pelajar Islam dari seluruh dunia.

Lebih jauh, Saudi sering dianggap merupakan representasi negara Islam yang berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Namun demikian, di sisi lain, Saudi juga merupakan negara yang paling banyak dikritik di Dunia Islam. Sejak awal pembentukannya, negara ini dianggap memberontak terhadap Khilafah Utsmaniyah. Sejarahnya juga penuh dengan pertumpahan darah lawan-lawan politiknya. Banyak pihak juga menyoroti tindakan keras yang dilakukan oleh rezim ini terhadap pihak-pihak yang menentang kekuasaan Keluarga Saud. Tidak hanya itu, Saudi juga dikecam karena menyediakan daerahnya untuk menjadi pangkalan militer AS. Kehidupan keluarga kerajaan yang penuh kemewahan juga banyak menjadi sorotan. Secara ekonomi, Saudi juga menjadi incaran negara-negara besar di dunia karena faktor kekayaan minyaknya.

MEMBERONTAK KEPADA KHILAFAH ISLAM, BERSEKUTU DENGAN INGGRIS

Secara resmi, negara ini memperingati kemerdekaannya pada tanggal 23 September. Pada saat itulah, tahun 1932, Abdul Aziz—dikenal juga dengan sebutan Ibnu Sa‘ud—memproklamirkan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia (al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah). Abdul Aziz pada saat itu berhasil menyatukan dinastinya; menguasai Riyad, Nejed, Ha-a, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz juga berhasil mempolitisasi untuk mendukung kekuatan politiknya. Sejak awal, Dinasti Sa‘ud secara terbuka telah mengumumkan dukungannya dan mengadopsi penuh ideologi yang dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Dukungan ini kemudian menjadi kekuatan baru bagi Dinasti Sa‘ud untuk melakukan perlawanan terhadap Khilafah Islamiyah.

Awalnya Abdul Aziz berhasil menguasai separuh dari Nejed. Meskipun begitu, pada tahun 1904, dinasti Rashidi yang memerintah di wilayah itu meminta bantuan dari Kesultanan Utsmaniyah untuk mengalahkan dinasti Saud (Keluarga Kerajaan Saudi). Kerajaan Utsmaniyah mengirimkan pasukan ke Arabia (Tanah Arab) dan ini menyebabkan kekalahan dinasti Saud pada 15 Juni 1904, namun setelah pasukan Utsmaniyah mundur disebabkan masalah tertentu, pasukan dinasti Saud berhasil mengumpulkan kembali kekuatannya.

Pada tahun 1932, setelah menguasai sebagian besar Jazirah Arab, Abdul Aziz menamakan tanah gabungan Hijaz dan Nejd sebagai Arab Saudi.

Hanya saja, keberhasilan Dinasti Sa‘ud ini tidak lepas dari bantuan Inggris. Mereka bekerjasama untuk memerangi pemerintahan Khilafah Utsmani. Sekitar tahun 1792-1810, dengan bantuan Inggris mereka berhasil menguasai beberapa wilayah di Damaskus. Hal ini membuat Khilafah Utsmani harus mengirim pasukannya untuk memadamkan pemberontakan ini. Fase pertama, pemberontakan Dinasti Saud berhasil diredam setelah pasukan Khilafah Islamiyah berhasil merebut kota ad-Diriyah.

Namun kemudian, beberapa tahun kemudian, Dinasti Sa‘ud, di bawah pimpinan Abdul Aziz bin Abdurrahman, berupaya membangun kembali kekuataannya. Apalagi pada saat itu, Daulah Khilafah Islamiyah semakin melemah. Pada tahun 1902, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan membunuh Gubernur ar-Rasyidi. Pasukan Aziz terus melakukan penaklukan dan membunuh pendukung Khilafah Utsmaniyah dengan bantuan Inggris.

Salah satu sahabat dekat Abdul Aziz Abdurrahman adalah Harry St. John Pilby, yang merupakan agen Inggris. Philby menjuluki Abdul Aziz bin Abdurrahman sebagai “Seorang Arab yang Beruntung”, sementara Abdul Aziz menjulukinya dengan “Bintang Baru dalam Cakrawala Arab”. Philby adalah orang Inggris yang ahli Arab yang telah lama menjalin hubungan baik dengan Keluarga Sa‘ud sejak misi pertamanya ke Nejed pada tahun 1917. Pada tahun 1926, Philby tinggal di Jeddah. Dikabarkan kemudian, Philby masuk Islam dan menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja pada tahun 1930. (Lihat: Goerge Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kencah Dunia, hlm. 351).

Kerjasama Dinasti Sa‘ud dengan Inggris tampak dalam perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas ‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Sa‘ud, hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa‘ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di keemiran Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak (ibidem, hlm. 351). Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Sa‘ud) merasa aman dari berbagai rongrongan.

Pada tahun 1916, Abdul Aziz menerima 1300 senjata dan 20.000 keping emas dari Inggris. Mereka juga berunding untuk menentukan perbatasan negerinya, yang ditentukan oleh Percy Cox, utusan Inggris. Percy Cox mengambil pinsl dan kertas kemudian menentukan (baca: memecah-belah) perbatasan negeri tersebut. Tidak hanya itu, Inggris juga membantu Ibnu Sa‘ud saat terjadi perlawanan dari Duwaish (salah satu suku Nejed). Suku ini menyalahkan Ibnu Saud yang dianggap terlalu menerima inovasi Barat. Sekitar tahun 1927-1928, Angkatan Udara Inggris dan Pasukan Ibnu Sa‘ud mengebom suku tersebut. Mengingat kerjasama mereka yang sangat erat, Inggris memberi gelar kebangsawanan ‘sir’ untuk Abdul Aziz bin Abdurrahman.

Dicatat dalam sejarah tentang peranan seorang letnan dari pasukan Inggris bernama lengkap Thomas Edward Lawrence, anak buah dari Jenderal Allenby (jenderal ini ketika merebut Yerusalem menginjakkan kakinya di atas makam Salahuddin Al-Ayyubi dan dengan lantang berkata, “Hai Saladin, hari ini telah kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib dengan kemenangan kami!”).

Kala itu Jazirah Arab merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, sebuah kekhalifahan umat Islam dunia yang wilayahnya sampai ke Aceh. Lalu dengan bantuan Lawrence dan jaringannya, suatu suku atau klan melakukan pemberontakan (bughot) terhadap Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan mendirikan kerajaan yang terpisah, lepas, dari wilayah kekhalifahan Islam itu.

Klan Saud dengan bantuan Lawrence mendirikan kerajaan sendiri yang terpisah dari khilfah Turki Utsmani. Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya“Lawrence of Arabia was a Zionist” seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi 22 Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.

Sejarah pun menyatakan, hancurnya Kekhalifahan Turki Utsmani ini pada tahun 1924 merupakan akibat dari infiltrasi Zionisme setelah Sultan Mahmud II menolak keinginan Theodore Hertzl untuk menyerahkan wilayah Palestina untuk bangsa Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran Kekhalifahan Turki Utsmani dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence of Arabia.

Entah apa yang terjadi, namun hingga detik ini, Kerajaan Saudi Arabia, walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di dalam wilayahnya, tetap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi sahabat yang manis bagi Amerika.

Sebab itu, banyak kalangan yang berasumsi bawah berdirinya Kerajaan Saudi Arabia adalah akibat “pemberontakan” terhadap Kekhalifahan Islam Turki Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang agen Zionis dan bawahan Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin realitas ini juga yang sering dijadikan alasan, mengapa Arab Saudi sampai sekarang kurang perannya sebagai pelindung utama bagi kekuatan Dunia Islam.

PERSAHABATAN DENGAN AS

Persahabatan Saudi dengan AS diawali dengan ditemukannya ladang minyak di negara itu. Pada 29 Mei 1933, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60 tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul Saudi. Pada tahun 1944, Deplu AS menggambarkan daerah tersebut sebagai, “sumber yang menakjubkan dari kekuatan strategi dan hadiah material yang terbesar dalam sejarah dunia (a stupendous source of strategic power and the greatest material prize in the world's history).”

Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi ‘budak’ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $10 juta dolar. Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam ‘membangun’ Saudi menjadi negara modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dolar untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat Saudi.

Konsesi lain dari persahabatan Saudi-AS ini adalah penggunaan pangkalan udara selama tiga tahun oleh AS pada tahun 1943 yang hingga saat ini terus dilanjutkan. Pangkalan Udara Dhahran menjadi pangkalan militer AS yang paling besar dan lengkap di Timur Tengah. Hingga saat ini, pangkalan ini menjadi basis strategis AS, terutama saat menyerang negeri Muslim Irak dalam Perang Teluk II. Penguasa keluarga Kerajaan Saudi dengan ‘sukarela’ membiarkan wilayahnya dijadikan basis AS untuk membunuhi sesama saudara Muslim. AS pun kemudian sangat senang dengan kondisi ini.

Pada tahun 1947, saat Putra Mahkota Emir Saud berkunjung ke AS, dia menerima penghargaan Legion of Merit atas jasanya kepada sekutu selama perang. Hingga saat ini, persahabatan AS dan Saudi terus berlanjut walaupun harus menyerahkan loyalitasnya kepada AS dan membunuh sesama Muslim.

NEGARA ISLAM SEMU

Salah satu kehebatan negara Saudi selama ini adalah keberhasilannya dalam menipu kaum Muslim, seakan-akan negaranya merupakan cerminan dari negara Islam yang menerapkan al-Quran dan Sunnah. Keluarga Kerajaan juga menampilkan diri mereka sebagai pelayan umat hanya karena di negeri mereka ada Makkah dan Madinah yang banyak dikunjungi oleh kaum Muslim seluruh dunia. Saudi juga terkesan banyak memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok Islam maupun negeri-negeri Islam untuk mencitrakan mereka sebagai ‘pelayan umat’ dan penjaga dua masjid suci (Khadim al-Haramain).

Akan tetapi, citra seperti itu semakin pudar mengingat sepak terjang keluarga Kerajaan selama ini, terutama persahabatannya dengan AS yang mengorbankan kaum Muslim. Arab Saudi menjadi pendukung penuh AS baik secara politis maupun ekonomi dalam Perang Teluk II. Saudi juga mendukung serangan AS ke Afganistan dan berada di sisi Amerika untuk memerangi teroris. Untuk membuktikan kesetiaannya itu, Saudi, pada 17 Juni 2002 mengumumkan bahwa aparat keamanannya telah menahan enam orang warga negaranya dan seorang warga Sudan yang didakwa menjadi anggota Al-Qaeda. Tujuh orang itu didakwa berencana untuk menyerang pangkalan militer Amerika dengan rudal SAM 7. Masih dalam rangka kampanye AS ini, Saudi menghabiskan jutaan dolar untuk membuat opini umum—antara lain lewat iklan—bahwa Saudi adalah mitra AS dalam “perang antiterorisme.” (K.Com, Newsweek, 03/5/2002).

Penguasa Saudi juga dikenal kejam terhadap kelompok-kelompok Islam yang mengkritisi kekuasaannya. Banyak ulama berani dan salih yang dipenjarakan hanya kerena mengkritik keluarga Kerajaan dan pengurusannya terhadap umat. Tidak hanya itu, tingkah polah keluarga Kerajaan dengan gaya hidup kapitalisme sangat menyakitkan hati umat. Mereka hidup bermewah-mewah, sementara pada saat yang sama mereka membiarkan rakyat Irak dan Palestina hidup menderita akibat tindakan AS yang terus-menerus dijadikan Saudi sebagai mitra dekat.
Benarkah Saudi merupakan negara Islam? Jawabannya, “Tidak sama sekali!” Apa yang dilakukan oleh negara ini justru banyak yang menyimpang dari syariat Islam.

Beberapa bukti antara lain:
Berkaitan dengan sistem pemerintahan, dalam pasal 5a Konstitusi Saudi ditulis: Pemerintah yang berkuasa di Kerajaan Saudi adalah Kerajaan. Dalam Sistem Kerajaan berarti kedaulatan mutlak ada di tangan raja. Rajalah yang berhak membuat hukum. Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan pada al-Quran dan Sunnah, dalam praktiknya, dekrit rajalah yang paling berkuasa dalam hukum. Sementara itu, dalam Islam, bentuk negara adalah Khilafah Islamiyah, dengan kedaulatan ada di tangan Allah SWT.

Dalam sistem kerajaan, rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya; biasanya adalah anaknya atau dari keluarga dekat, sebagaimana tercantum dalam pasal 5c: Raja memilih penggantinya dan diberhentikan lewat dekrit kerajaan. Siapa pun mengetahui, siapa yang menjadi raja di Saudi haruslah orang yang sejalan dengan kebijakan AS. Sementara itu, dalam Islam, Khalifah dipilih oleh rakyat secara sukarela dan penuh keridhaan.

Dalam bidang ekonomi, dalam praktiknya, Arab Saudi menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Ini tampak nyata dari dibolehkannya riba (bunga) dalam transaksi nasional maupun internasional di negara itu. Hal ini tampak dari beroperasinya banyak bank ‘ribawi’ di Saudi seperti The British-Saudi Bank, American-Saudi Bank, dan Arab-National Bank. Hal ini dibenarkan berdasarkan bagian b pasal 1 undang-undang Saudi yang dikeluarkan oleh Raja (no M/5 1386 H).

Saudi juga menjadi penyumbang ‘saham’ IMF, organisasi internasional bentuk AS yang menjadi ‘lintah darat’ yang menjerat Dunia Islam dengan riba. Saudi adalah penanam saham no. 6 yang terbesar dalam organisasi itu. Ada bukti lain yang menunjukkan bahwa ekonomi Saudi adalah ekonomi kapitalis, yakni bahwa Saudi menjadikan tambang minyak sebagai milik individu (keluarga Kerajaan dan perusahaan asing), padahal minyak adalah milik umum (milkiyah ‘amah) yang tidak boleh diberikan kepada individu.

Kerajaan Saudi juga dibangun atas dasar rasialisme dan nasionalisme. Hal ini tampak dari pasal 1 Konstitusi Saudi yang tertulis: Kerajaan Saudi adalah Negara Islam Arab yang berdaulat (a sovereign Arab Islamic State). Sementara itu, dalam Islam, Khilafah adalah negara Islam bagi seluruh kaum Muslim di dunia, tidak hanya khusus orang Arab. Tidak mengherankan kalau di Saudi seorang Muslim yang bukan Saudi baru bisa memiliki bisnis atau tanah di Saudi kalau memiliki partner warga Saudi. 

Atas dasar kepentingan nasional, Raja Fahd pada 1997 mengusir ratusan ribu Muslim di luar Saudi (sebagian besar dari India, Pakistan, Mesir, dan Indonesia) dari Arab Saudi karena mereka dicap sebagai pekerja ilegal. Bahkan, untuk beribadah haji saja mereka harus memiliki paspor dan visa. Sementara itu, dalam Islam, setiap Muslim boleh bekerja dan berpergian di wilayah manapun dari Daulah Khilafah Islamiyah dengan bebas. Pada saat yang sama, Saudi mengundang ratusan non-Muslim dari Eropa dan tentara Amerika untuk bekerja di Saudi dan menempati pangkalan militer di negara itu. Tidak hanya itu, demi alasan keamanan keluarga Kerajaan, berdasarkan data statistik kementerian pertahanan AS, negara-negara Teluk (termasuk Saudi) sejak tahun 1990-November 1995 telah menghabiskan lebih dari 72 miliar dolar dalam kontrak kerjasama militer dengan AS. Saat ini, lebih dari 5000 personel militer AS tinggal di Saudi.

SEJARAH KELOMPOK ‘SALAFI’ DI INDONESIA DAN ASAL MULA PERPECAHANNYA

SEJARAH KELOMPOK ‘SALAFI’ DI INDONESIA DAN ASAL MULA PERPECAHANNYA
(Antara Isu Dan Kenyataan)

Oleh: Maaher At-Thuwailibi

Mula-mula, mesti kita bedakan dulu antara gerakan dakwah Salafiyyah dengan kelompok ‘Salafi modern’.

Dakwah Salafiyyah, adalah ide pemikiran keagamaan revivalisme (pemurnian kembali) yang bersumber dari ULAMA BESAR MAZHAB HANBALI bernama Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab At-Tamimi. Ide pemikiran beliau inilah yang pertama kali dibawa masuk ke Nusantara oleh beberapa ulama asal Sumatera Barat pada awal abad ke-19.

Inilah gerakan dakwah Salafiyyah pertama di tanah air yang kemudian lebih dikenal dengan gerakan KAUM PADERI, yang salah satu tokoh utamanya adalah TUANKU IMAM BONJOL Rahimahullah.

Gerakan ini berpusat di Minangkabau Sumatera Barat. Singkat cerita, pecahlah peperangan kaum Paderi melawan Belanda, kalahnya kaum Paderi inilah yang membuat redup dakwah Salafiyyah di Nusantara.

Berlalulah waktu sekian lama, tak terdengar lagi gerakan dakwah Salafiyyah hampir satu abad lamanya. Tepat pada tahun 1911, datanglah ulama Salafiyyah asal Sudan ke Indonesia sebagai utusan dari Al-Azhar, dialah SYAIKH AHMAD SURKATI.

Lalu, pada tahun 1914 Syaikh Ahmad Surkati mendirikan madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah. melalui Madrasah inilah Syaikh Ahmad Surkati menyebarkan dakwah Salafiyyah di Nusantara bersama murid-murid setianya yaitu Ahmad Dahlan (yang kemudian menjadi pendiri Muhammadiyyah), Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus (yang kemudian menjadi pendiri PERSIS/Persatuan Islam).

PERSIS (Persatuan Islam) melahirkan kader-kader unggul yang menjadi orang hebat di kemudian hari. Salah satunya adalah MUHAMMAD NATSIR (murid langsung A.Hassan, tokoh Persis). lewat A.Hassan, Muhammad Natsir banyak mendapatkan pengaruh keagamaan dan ilmu yang mumpuni yang mengantarkan dirinya menjadi pemikir hebat hingga akhirnya ia diangkat oleh Ir. Soekarno menjadi perdana menteri pada tahun 1955.

Singkat cerita, Muhammad Natsir mendirikan partai MASYUMI. ia mendapatkan suara terbanyak nomor dua setelah PNI pada saat pemilu 1955. Karena kegigihannya mempertahankan pendiriannya untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara, akhirnya ia menjado SOSOK yang di ‘takuti’ oleh Soekarno dan Masyumi pun terpaksa di bubarkan. Karena partainya dibubarkan, maka Muhammad Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) pada tahun 1967.

Lalu, lewat ormas yang didirikannya (DDII) inilah, Muhammad Natsir mengirimkan pelajar ke Saudi yang kemudian kembali ke tanah air membentuk KELOMPOK SALAFI MODERN di Indonesia; itulah ABU NIDA’ CHOMSAHA SOFWAN (yang kemudian mendirikan Yayasan At-Turots Al-Islamiy dan Islamic Center Bin Baz di Bantul Yogyakarta), AHMAZ FAIZ ASIFUDDIN (yang kemudian mendirikan ponpes Imam Bukhari di Solo), dan AUNUR RAFIQ GHUFRON (yang kemudian mendirikan ponpes Al-Furqon di Gresik). Mereka inilah generasi awal yang pulang ke Indonesia sekitar awal tahun 1980-an.

Bersamaan dengan pulangnya mereka ke indonesia, didirikanlah “Lembaga Pendidikan Bahasa Arab” (LPBA) di Jakarta yang sekarang berubah nama menjadi “Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab” (LIPIA). Sebuah lembaga pendidikan formal cabang dari Universitas Al-Imam Muhammad bin Saud Al-Islamiyyah di Riyadh,  Saudi Arabia.

Nah, generasi kedua utusan DDII pun pulang ke tanah air pada awal tahun 1990-an. dialah JA’FAR UMAR THALIB (yang kemudian mendirikan Laskar Jihad dan mendirikan ponpes Ihya’us Sunnah di Degolan Yogyakarta), YUSUF UTSMAN BA’ITSA (yang kemudian menjadi ketua Perhimpunan Al-Irsyad), dan YAZID BIN ABDUL QADIR JAWAZ (yang kemudian menjadi penasehat ponpes Minhajus Sunnah Bogor). bedanya, Yusuf Utsman Ba’itsa dan Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz menuntut ilmu ke Saudi, sedangkan Ja’far Umar Thalib menuntut ilmu ke Markaz Darul Hadits Yaman pimpinan SYAIKH MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I setelah pulangnya beliau dari jihad di Afghanistan.

Ja’far Umar Thalib memiliki dua murid yang kemudian menjadi DA’I; dialah LUQMAN BA’ABDUH (yang kemudian mendirian ponpes Minhajul Atsar atau dikenal dengan ponpes As-Salafy di Jember) dan MUHAMMAD UMAR AS-SEWED (yang kemudian mendirikan ponpes Dhiyaus Sunnah di Cirebon). Sedangkan Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz menikah dengan wanita sunda yang merupakan kaka dari Abu Yahya Badrussalam (yang kemudian mendirikan Masjid Al-Barkah di Cileungsi Bogor dengan Radio Rodja sebagai corong dakwahnya). Sedangkan Muhammad Umar As-Sewed adalah saudara sepupu dari Yusuf Utsman Ba’itsa.

Mereka semua (Ust. Abu Nida’ Chomsaha Sofwan, Ust. Ahmaz Faiz Asifuddin, Ust. Aunur Rafiq Ghufron, Ust. Ja’far Umar Thalib, Ust. Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz) tergabung dalam dewan redaksi MAJALAH AS-SUNNAH; yang merupakan majalah KELOMPOK SALAFI MODERN pertama di Indonesia sebelum kemudian mereka berpecah-belah beberapa tahun kemudian.

Singkat cerita, akhir tahun 1990 awal tahun 2000-an mereka terpecah. Faktor perpecahan mereka ada dua versi:

1. Di utusnya seorang da’i dari yayasan Ihya’ut Turats Kuwait bernama SYARIF FU’AD HAZZA’ yang dianggap sebagai asal mula perpecahan.

2. Pecahnya Konflik Ambon.

Singkat cerita, Syaikh Syarif Fu’ad Hazza’ adalah utusan dari Yayasan Ihya’ut Turats Kuwait yang datang memberi dauroh (penataran) para da’i di Indonesia yang disambut Ustadz Yusuf Utsman Ba’itsa. Ihya’ut Turats adalah yayasan sosial di Kuwait yang salah satu pembinanya adalah Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq. Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq adalah murid Syaikh Muhammad Surur Bin Nayif Zainal Abidin. Syaikh Muhammad Surur Bin Nayif Zainal Abidin adalah ulama Saudi yang DIKECAM HABIS OLEH SYAIKH MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I (yang notabennya guru Ustad Ja’far Umar Thalib). Ustad Ja’far Umar Thalib mengecam Ustad Yusuf Utsman Ba’itsa karena dinilai mengundang/menyambut tokoh Hizbi dan dijadikan narasumber dalam dauroh du’at. kecam-mengecam pun terjadi antara mereka sehingga berujung pada MUBAHALAH.

Menyikapi gejolak perbedaan ini, KELOMPOK SALAFI pun terpecah menjadi dua kubu besar:

1. Kubu yang pro Ustadz Ja’far Umar Thalib; yang kemudian mendirikan Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (FKAWJ) dengan Laskar Jihad sebagai sayap militernya dan Ustadz Ja’far Umar Thalib sebagai panglimanya, didampingi murid-murid sekaligus sahabatnya, yaitu Luqman Ba’abduh, Muhammad Umar As-Sewed, dll.

2. Kubu yang pro Ustadz Yusuf Utsman Ba’itsa yang kemudian menolak bergabung dengan FKAWJ dan Laskar Jihad. Bersamanyalah Ustadz Yazid Bin Abdul Qadir Jawaz, Ustadz Ahmaz Faiz Asifuddin, Ustadz Abu Nida’ Chamsaha Sofwan, Ustadz Aunur Rafiq Ghufran, dll.

Penolakan mereka terhada FKAWJ dan Laskar Jihad membuat Ustadz Ja’far Umar Thalib mengeluarkan diri dari redaksi Majalah As-Sunnah dan membuat majalah baru sebagai media dakwahnya bersama kawan-kawannya bernama MAJALAH SALAFY.

Selama perjalanannya bersama FKAWAJ dan Laskar Jihad, Ustadz Ja’far Umar Thalib mendapatkan berbagai rintangan dan cobaan, termasuk peristiwa bersejarah dimana ia merajam anggotanya yang berzina sehingga membuatnya bolak-balik ke pengadilan.

Ditambah kritikan para Ulama terhadap gerakan Laskar Jihad ini. Maka Laskar Jihad pun resmi dibubarkan lewat Muhammad Umar As-Sewed dan Luqman Ba’abduh. Ketidaksetujuan Ustadz Ja’far Umar Thalib atas dibubarkannya Laskar Jihad membuat ia ditinggalkan murid-murid dan kawan setianya. Jajaran kelompok Salafi yang semula menjadi pengikut setianya kini mentahdzirnya dan meninggalkannya. Mereka menganggap bahwa Ustadz Ja’far Umar Thalib menyimpang dan jauh tersesat. ditambah dengan HADIRNYA USTADZ JA’FAR UMAR THALIB dalam majelis zikir yang dipimpin KH. Muhamad Arifin Ilham di masjid Istiqlal Jakarta yang mereka anggap sebagi ahli bid’ah.

Perpecahan yang terjadi di tubuh kelompok Salafi Modern generasi awal ini ternyata melahirkan perpecahan-perpecahan baru yang tak ada habisnya di kemudian hari.

Singkat cerita, kini KELOMPOK SALAFI di Indonesia tersisa menjadi TIGA KELOMPOK BESAR. yaitu :

1. Kelompok Halabiyyun, tokohnya adalah Syaikh Ali Hasan Al-Halabi dari Jordania. Radio Rodja di Cileungsi Bogor dan STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya adalah di antara corong dakwah gerakan kelompok Salafi Halabi di Indonesia. Abu Yahya Badrussalam, Firanda Andirja, Zainal Abidin Bin Syamsuddin, Abu Qotadah Tasikmalaya, Abdul Hakim Abdat Jakarta, Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Abu Ihsan Al-Medani, Abu Haidar As-Sundawy, Abdurrahman At-Tamimi, Mubarak Bamu’allim, Ali Musri, dll adalah promotornya.

2. Kelompok Madkhaliyyun, tokohnya adalah Syaikh Robi’ Bin Hadi Al-Madkhali dari Mekkah. Promotornya adalah Luqman Ba’abduh, Muhammad Umar As-Sewed, Qomar Su’aidi, Muhammad Afifuddin, Askari Bin Jamal Al-Bugisi, Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary, Usamah Faisal Mahri, Dzul Akmal, dll.

3. Kelompok Hajuriyyun, tokohnya adalah Syaikh Yahya Al-Hajuri dari Dammaj Yaman. Promotornya adalah Abu Mas’ud dkk.

Halabiyyun mentahdzir Madkhaliyyun dan Hajuriyyun. Madkhaliyyun mentahdzir Halabiyyun dan Hajuriyyun. Hajuriyyun mentahdzir dan menyesatkan Halabiyyun dan Madkhaliyyun.

Demikinlah fakta sejarah yang mewarnai perjalanan kelompok Salafi di Nusantara.

Nas-alullah Al-‘Aafiyah wa Salaamah.

[ Pustaka At-Thuwailibi Channel]

Syafiq Reza vs Kibar Ulama


Di bulan Ramadhan ini, kita dikagetkan oleh ceramah salah satu Ust Salafi, Riza Syafiq Basalamah, membuat pernyataan bahwa ISIS adalah gerakan yang lahir dari tangan IKHWANUL MUSLIMIN.
Alangkah baiknya ceramah-ceramah yang mengadu domba umat Islam, meresahkan, menyesatkan opini, mengundang kebencian, hendaknya dihilangkan. Selain itu juga bukan petunjuk dan akhlak salaf. Alangkah baik pula seorang muslim atau kelompok muslim yang memiliki kebencian kepada kelompok lain,  tidak menularkan kebencian itu kepada orang lain yang tidak mengerti masalahnya.

Apa yang dikatakannya berselisih dengan kenyataan, justru Ikhwanul Muslimin dikafirkan oleh ISIS sendiri secara keseluruhannya, di 90an negara penyebarannya. Bahkan para pemimpin Ikhwanul Muslimin Iraq dibunuh-bunuhi oleh ISIS.

Selain berbeda dengan kenyataan, pernyataannya juga berbeda dengan sikap para Kibarul Ulama.
✅ Syaikh Abdullah bin Hasan Al Qu'ud Rahimahullah: "Jangan lupakan jasa Ikhwan dan Al Banna"
Beliau adalah anggota Al Lajnah Ad Daimah, Beliau berkata:

رأي العلامة ابن قعود رحمه الله في حسن البنا
قال العلامة عبد الله بن قعود رحمه الله :
وأنا عندي أن البنا رحمه الله تعالى قام بدور أرجو الله أن يغفر له وأن يضاعف أجره ، والحقيقة أنه حرَّك الدعوة في مصر وانتشرت منه إلى غير مصر على ما له فيه من نقص لكن له السبق ، له السبق في تربية الشباب وفي تـحريك الشباب والناس
إذا ربنا أكرمهم أكثر مما كانوا فالشباب الآن أصبحوا شباب سنة أكثر من ذي قبل وشباب التزام أكثر من ذي قبل والخير فيهم أكثر مما كان في بدايات ( الإخوان ) بلا شك لكن هناك بدؤوا في وقت تكاد تكون لا شيء ، فلا ينسى للناس فضلهم .
المرجع : شريط ( وصايا للدعاة – الجزء الثاني ) للشيخ العلامة عبد الله بن حسن ابن قعود رحمه الله

Berkata Al ‘Allamah Abdullah bin Qu’ud Rahimahullah: “Bagi saya, sesungguhnya Al Banna Rahimahullah Ta’ala telah menjalankan tugasnya, saya harap semoga Allah mengampuninya dan melipatgandakan pahala baginya. 

Pada kenyataannya, dialah yang menggerakan dakwah di Mesir dan menyebarkannya ke luar Mesir di atas sesuatu yang masih ada kekurangan, tetapi dia telah mendahului. Dia telah mendahului dalam mentarbiyah para pemuda dan dalam menggerakan para pemuda dan manusia.

Rabb kita telah memuliakan mereka lebih banyak dari sebelumnya. Lalu  pemuda sekarang  menjadi pemuda sunah yang  lebih banyak daripada sebelumnya,  dan pemuda yang memiliki komitmen  lebih banyak daripada sebelumnya, dan kebaikan pada mereka lebih banyak daripada  permulaan masa (Al Ikhwan), tanpa diragukan lagi.  Tapi mereka (Al Ikhwan) memulai pada saat hampir belum ada apa-apa, maka janganlah manusia   melupakan keutamaan yang mereka miliki.” sumber: kaset Washaya Lid Du’ah, Juz. 2. (Mudzakarah Al Watsaiq Al Jaliyah, Hal. 53)

✅ Syaikh Shalih Al Fauzan: "Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan Aqidahnya Benar." 

Syaikh Shalih Al Fauzan Hafizhahullah mengomentari harakah Ikhwanul Muslimin:
"Ikhwanul Muslimin -alhamdulillah- mereka adalah termasuk jamaah kaum muslimin, tetapi mereka memiliki hal-hal yang berselisihan, tetapi itu tidaklah mengeluarkan mereka dari lingkup "muslimin" dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Mereka memang ada kesalahan, tetapi tidaklah mengeluarkan mereka dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan aqidah mereka shahihah."

(Lihat dan dengarkan video berikut,  detik 57 s.d selesai. Mohon maaf masih berbahasa Arab)
 https://www.youtube.com/watch?v=GnkjTaDVypg

✅ Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baaz: Ikhwanul Muslimin, Salafiyyun, Ansharus Sunnah, semuanya adalah Firqah Najiyyah/kelompok yang selamat.

Beliau Rahimahullah berkata:

الذي يقول بأن الجماعات الإسلامية من الفرق التي أمر
النبي صلى الله عليه وسلم باعتزالها هل فهمه غير صحيح؟
س 7: إذا يا شيخنا الكريم ، الذي يقول: بأن هذه الجماعات الإسلامية من الفرق التي تدعو إلى جهنم والتي أمر النبي باعتزالها فهمه على كلامكم غير صحيح؟
ج 7: الذي يدعو إلى كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم ليس من الفرق الضالة ، بل هو من الفرق الناجية المذكورة في قوله صلى الله عليه وسلم: افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة وافترقت النصارى على اثنين وسبعين فرقة وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا
واحدة قيل ومن هي يا رسول الله؟ قال من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي وفي لفظ: ” هي الجماعة ” .
والمعنى: أن الفرقة الناجية: هي الجماعة المستقيمة على ما كان عليه النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه رضي الله عنهم . من توحيد الله ، وطاعة أوامره وترك نواهيه ، والاستقامة على ذلك قولا وعملا وعقيدة ، هم أهل الحق وهم دعاة الهدى ولو تفرقوا في البلاد ، يكون منهم في الجزيرة العربية ، ويكون منهم في الشام ، ويكون منهم في أمريكا ، ويكون منهم في مصر ، ويكون منهم في دول أفريقيا ، ويكون منهم في آسيا ، فهم جماعات كثيرة يعرفون بعقيدتهم وأعمالهم ، فإذا كانوا على طريقة التوحيد والإيمان بالله ورسوله ، والاستقامة على دين الله الذي جاء به الكتاب وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم فهم أهل السنة والجماعة وإن كانوا في جهات كثيرة ، ولكن في آخر الزمان يقلون جدا .
فالحاصل: أن الضابط هو استقامتهم على الحق ، فإذا وجد إنسان أو جماعة تدعو إلى كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم ، وتدعو إلى توحيد الله واتباع شريعته فهؤلاء هم الجماعة ، وهم من الفرقة الناجية ، وأما من دعا إلى غير كتاب الله ، أو إلى غير سنة الرسول صلى الله عليه وسلم فهذا ليس من الجماعة ، بل من الفرق الضالة الهالكة ، وإنما الفرقة الناجية: دعاة الكتاب والسنة ، وإن كانت منهم جماعة هنا وجماعة هناك ما دام الهدف والعقيدة واحدة ، فلا يضر كون هذه تسمى: أنصار السنة ، وهذه تسمى: الإخوان المسلمين ، وهده تسمى: كذا ، المهم عقيدتهم وعملهم ، فإذا استقاموا على الحق وعلى توحيد الله والإخلاص له واتباع رسول الله صلى الله عليه وسلم قولا وعملا وعقيدة فالأسماء لا تضرهم ، لكن عليهم أن يتقوا الله ، وأن يصدقوا في ذلك ، وإذا تسمى بعضهم بـ: أنصار السنة ، وتسمى بعضهم بـ: السلفيين ، أو بالإخوان المسلمين ، أو تسمى بعضهم بـ: جماعة كذا ، لا يضر إذا جاء الصدق ، واستقاموا على الحق باتباع كتاب الله والسنة وتحكيمهما والاستقامة عليهما عقيدة وقولا وعملا ، وإذا أخطأت الجماعة في شيء فالواجب على أهل العلم تنبيهها وإرشادها إلى الحق إذا اتضح دليله
والمقصود: أنه لا بد أن نتعاون على البر والتقوى ، وأن نعالج مشاكلنا بالعلم والحكمة والأسلوب الحسن ، فمن أخطأ في شيء من هذه الجماعات أو غيرهم مما يتعلق بالعقيدة ، أو بما أوجب الله ، أو ما حرم الله نبهوا بالأدلة الشرعية بالرفق والحكمة والأسلوب الحسن ، حتى ينصاعوا إلى الحق ، وحتى يقبلوه ، وحتى لا ينفروا منه ، هذا هو الواجب على أهل الإسلام أن يتعاونوا على البر والتقوى ، وأن يتناصحوا فيما بينهم ، وأن لا يتخاذلوا فيطمع فيهم العدو .

 
Ada yang mengatakan bahwa jama’ah-jam’ah Islam yang ada saat ini adalah firqah-firqah yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ untuk ditinggalkan, apakah ini pemahaman yang benar?

Begini wahai syaikhunal karim, ada orang yang mengatakan: bahwasanya Jama’ah-Jama’ah Islamiyyah yang ada saat ini termasuk perpecahan yang memanggil (pelakunya) ke neraka Jahannam yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menjauhinya, apakah pemahaman ini menurut anda benar atau tidak?

Jawaban:
Mereka yang menyeru pada Kitabullah dan Sunnah RasulNya  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah termasuk firqah yang sesat, bahkan ia termasuk firqah yang selamat yang disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: Berpecah Yahudi menjadi 71 golongan, berpecah Nasrani ke dalam 72 golongan, dan akan berpecah ummatku ke dalam 73 golongan, semua di neraka kecuali 1, lalu ditanyakan: Siapa mereka wahai Rasulullah? Jawab beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: Yaitu mereka yang seumpama aku atasnya hari ini dan para sahabatku. Dalam lafazh yang lain: Al Jama’ah.
 
Maknanya: Bahwa firqah yang selamat adalah Jama’ah yang lurus sesuai Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya Radhilallahu ‘Anhum, dalam mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya, dan istiqamah atas hal tersebut baik perkataan, perbuatan dan aqidah, mereka itu adalah Ahlul Haqq dan mereka adalah para da’i kepada petunjuk, sekalipun mereka tercerai-berai di pelosok negeri. Mereka ada yang di Jazirah Arab, ada yang di Syam (Iraq, Syria), ada yang di Amerika, ada yang di Mesir, ada yang di negeri Afrika, ada yang di Asia, mereka adalah JAMA’AH YANG BANYAK SEKALI yang dikenali melalui aqidah & amal-amal mereka, tetapi mereka ada di atas jalan Tauhid & Iman pada  Allah & RasulNya dan istiqamah di atas Dinullah yang datang atasnya Al-Qur’an & Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka mereka semua adalah  Ahlus Sunnah wal Jamaah, sekalipun mereka  dalam bentk yang beragam, tetapi di akhir zaman mereka sedikit sekali.

Alhasil yang dipegang adalah istiqamah mereka di atas Al Haq, jika ditemukan manusia atau jama’ah yang mengajak kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , mengajak mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla dan mengikuti syariatNya maka MEREKA SEMUA ITULAH AL-JAMA’AH, DAN MEREKA TERMASUK FIRQAH NAJIYYAH. Adapun mereka yang menyeru kepada selain kitabullah, atau kepada selain Sunnah Ar Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka mereka itu bukan termasuk Al-Jama’ah, bahkan termasuk firqah yang sesat dan binasa, karena firqah an-najiyyah (yang selamat) adalah penyeru kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, sekalipun mereka adalah Jama’ah disini atau Jama’ah disana, sepanjang tujuan & aqidah mereka satu. 

MAKA TIDAK MASALAH BAHWA YANG INI BERNAMA ANSHARUS SUNNAH, DAN YANG INI BERNAMA AL IKHWAN AL MUSLIMUN, dan yang itu bernama anu, yang penting aqidah dan amal mereka, jika mereka istiqamah atas Al Haq dan atas Tauhidullah dan Ikhlas kepadaNya dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perkataan, perbuatan dan aqidah maka NAMA APAPUN TIDAK MENJADI MASALAH. Tetapi wajib bagi mereka bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan benar dalam ketaqwaannya, ADAPUN SEKALI LAGI BAHWA SEBAGIAN MEREKA DISEBUT ANSHARUS SUNNAH DAN SEBAGIAN LAGI DINAMAKAN AS-SALAFIYYUN ATAU DINAMAKAN AL IKHWAN AL MUSLIMUN atau disebut dengan nama Jama’ah anu, tidak masalah jika mereka benar, istiqamah atas Al-Haq, mengikuti Al Kitab dan As Sunnah dan berhukum kepada keduanya dan istiqamah atas keduanya aqidah, perkataan dan perbuatan, dan jika Jama’ah tsb salah dalam sesuatu masalah maka wajib bagi ahlul ‘ilmi untuk memperingatkan dan menasihatinya kepada Al Haq jika dalilnya sudah jelas.

Yang dimaksud adalah wajib bagi mereka saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa dan mengobati permasalahan kita dengan ilmu dan hikmah dan dengan uslub yang baik, barangsiapa yang tersalah dalam hal apapun di antara Jama’ah-jama’ah ini atau juga pada selain mereka dalam masalah aqidah atau dari apa yang diwajibkan Allah ‘Azza wa Jalla atau dari apa yang diharamkan Allah maka hendaklah dinasihati berdasarkan dalil-dalil syar’iyyah DENGAN CARA YANG LEMAH LEMBUT, BIJAKSANA dan USLUB YANG BAIK hingga mereka kembali kepada kebenaran dan sampai mereka mau menerimanya dan jangan sampai mereka lari daripadanya, maka hal ini adalah wajib bagi semua orang Islam untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa dan untuk saling menasihati diantara mereka dan agar tidak dicaci-maki sehingga mengakibatkan terjadinya permusuhan.
(Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Majmu’ Fatawa, 8/181-183)

Sebagian manusia ada yang tidak menerima bahwa kelompok lain di luar kelompoknya adalah Ahlus Sunnah, bagi mereka selain diri mereka adalah ahlul bid'ah. Pemikiran itu berangkat dari hizbiyah kronis yang mematikan. Mereka akan cari fatwa-fatwa ulama yang pas dengan hawa nafsunya saja, ada pun yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya akan dicampakkan atau ditafsiri macam-macam agar ujung-ujungnya tetap sesuai dengan maunya mereka.

✅ Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin Rahimahullah menyerukan persatuan antar kelompok Islam
Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin Rahimahullah:
"Wajib bagi jamaah-jamaah Islam, seperti Jamaah Tabligh,  Al Ishlah, Ihya'ut Turats, Ikhwanul Muslimin, dan lainnya, untuk menjadi umat yang satu. Hendaknya mereka saling membantu,  menghilangkan titik perselisihan di antara mereka, dan saling memberikan nasihat di antara mereka.
(Lihat dan dengarkan video berikut, menit 3:26 s.d 3: 48)

https://www.youtube.com/watch?v=YhU9wHHhbx0

Catatan:
- Jamaah Tabligh salah satu jamaah da'wah yang lahir di India, didirikan oleh Syaikh  Al Muhadddits Maulana Ilyas Al Kandahlawi, dan telah menyebar ke seluruh penjuru dunia.
- Al Ishlah adalah salah satu jamaah Islam di Yaman.
- Ihyaut Turats adalah perkumpulan yang didirikan Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, salah satu tokoh Salafi di Kuwait.
- Ikhwanul Muslimin adalah jamaah da'wah yang didirikan oleh Syaikh Hasan Al Banna, telah tersebar ke seluruh  penjuru dunia yang oleh Syaikh Amin Al Husaini disebut sebagai jamaah Islam yang terbesar abad ini.

Demikian. Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari sifat ghil dan hasad kepada sesama muslim dan pejuangnya. Amiin.

Wallahu A'lam
Farid Nu'man Hasan
Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC