Mereka Bukan Salafi, Tapi Talafi

Silahkan baca dan renungi dengan hati nurani apa yang saya goreskan ini. Baca dengan cermat dari awal sampai akhir, agar tidak salah faham, dan semoga Allah merahmati kita semua.
 
PERTAMA: Istilah "Salaf" itu mengandung makna agung, yaitu orang-orang terdahulu dari kalangan sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Cirinya, aqidah dan akhlaq mereka terpancar dari aqidah dan akhlaq baginda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wa shahbihi wa sallam. Mereka cinta kepada kaum muslimin dan keras terhadap orang-orang kafir. Menjaga kehormatan dan hak-hak kaum muslimin. Menyampaikan nasehat dengan penuh cinta kasih dan tanpa tebang pilih.
 
Nah, orang-orang terkini yang mengikuti jejak langkah kaum Salaf dalam beragama, disebut "Salafi", tanpa mesti berwala' alias loyal kepada Radio fulan dan TV fulan, atau mengidolakan ustadz fulan dan ustadz fulan, dst. Dan istilah "Salafi" ini bersifat muhdats, yakni tidak disyariatkan (alias tidak syar'i).
 
KEDUA: Adapun "Talafi", ialah nisbah kepada kata "talaf", yang artinya rusak atau merusak. Menurut Ustadz Harman Tajang, 'Talafi' ini ialah sekelompok manusia yang selalu berburuk sangka pada orang lain. Mengumbar aib dan kesalahan orang lain, dan merasa diri serta kelompoknya paling suci dan begitu mudah melempar tuduhan dan vonis keji tanpa tabayyun.
 
Uniknya, mereka berpenampilan "multi-talent". Wujud mereka bergamis atau berjubah, tutur kata mereka dirangkai demikian indah, tetapi prilaku mereka persis Abu Jahal, yakni MENEBAR FITNAH, PROPAGANDA, ADU DOMBA, MENEBAR AIB MANUSIA DENGAN ALASAN MENJAGA AGAMA, MEMECAH BELAH, DAN MERUSAK KESEJAHTERAAN SERTA PERSATUAN KAUM MUSLIMIN. Fakta ini mengingatkan saya dengan pesan singkat seorang Da'i mujahid yang sudah sepuh (usianya sudah 70 tahunan), beliau sempat berbisik kepada saya, "Saya khawatir kelompok ini bikinan intelijen kafir".
 
KETIGA: Sekedar tambahan tentang kelompok 'Talafi'. Mereka ini punya hobi mengoleksi dosa-dosa manusia. Mereka merasa paling benar dan masuk Surga, sambil menghitung-hitung dan mengumpulkan siapa saja yang akan masuk neraka.
 
Inilah sifat dasar mereka sejak dahulu. Wallahi Wa Rabbi, jika perilaku ini tidak mereka sudahi dan terus menerus mereka budayakan sampai akhir hayatnya, maka mereka ini benar-benar "sukses" menjadi orang-orang yang ditipu daya oleh syaithon dan akan menjadi manusia-manusia bangkrut di akherat kelak. Dosa hamba-hamba Allah mereka kumpulkan, lalu mereka sebarluaskan. Mereka lupa untuk menghisab dosa-dosa mereka sendiri.
 
Yaa Allah ya Kariim, merinding saya melihat tingkah polah kaum "pemilik surga" yang satu ini. Seorang muslim berbuat dosa; baik itu kefasikan, maksiat, bid'ah, atau penyimpangan, maka mereka langsung bergegas untuk mengoleksinya, lalu menyebarluaskannya di hadapan manusia untuk dijadikan "santapan". Lalu, agar semua kedzoliman itu diterima para pengikutnya, mereka hiasi ghibah dan celaan itu dengan dalil-dalil dari Al-Quran dan Sunnah, lalu mereka labeli dengan istilah "tahdzir demi menjaga agama."
 
Mereka tidak pernah bertemu dengan yang mereka cela, berbicara langsung, memberi nasehat, menegakkan hujjah, dan seterusnya. Tidak pernah mereka lakukan, tapi justru MENYEBARKAN KESALAHAN DAN DOSA MANUSIA itu yang lebih dulu mereka lakukan. Namun egoisnya, saat mereka yang dikritik, spontan mereka "kebakaran jenggot" dan teriak-teriak serta kejang-kejang bagaikan orang yang tengah menghadapi 'sakaratul maut'. Beginilah aktivitas mereka.
 
Yaa Allah Yaa Rabb berilah mereka hidayah, tutuplah aib-aib mereka sebagaimana engkau menutupi aib-aib kami, dan ampuni mereka sebagaimana engkau mengampuni dosa-dosa kami, aamiin yaa Rabb.
 
Fitnah ini sudah muncul sejak akhir tahun 90-an atau awal tahun 2000-an. Kita hanya terkena "cipratannya" saja. Budaya lama itu ternyata melahirkan generasi penerusnya. Walhasil, Ustadz Abu Abdurrahman At-Thalibi, Ustadz Anung Al-Hammat, Ustadz Ahmad Rafi'i, Ustadz Muhammad Sarbini, Ustadz Farid Nu'man Hasan, Ustad Muhammad Zaitun Rasmin, Ustadz Abduh Zulfidar Akaha, dan Ustadz Farid Ahmad Okbah, adalah sejumlah da'i yang termasuk PALING LELAH menghadapi FITNAH kelompok yang satu ini.
 
Uniknya, mereka selalu mencatut nama para Ulama Ahlus Sunnah sebagai doktrin yang di "jejalkan" kepada para simpatisannya. Secara psikologis, mereka ini perusak, atau disebut "Talafi". Sebagaimana yang diungkapkan Ustad Harman Tajang, Lc, MHi. Sedangkan secara Manhaj, mereka ini bermanhaj KHAWARIJ terhadap para ulama dan aktivis dakwah, tetapi MURJI'AH kepada para penguasa sekuler. Ustadz Abi Syakir menyebut mereka ini sebagai sekte "Mulukiyyah".
 
KEEMPAT: Menurut Penasehat Wesal TV, Ustadz DR. Khalid Basalamah, semua harokah islam baik itu Ikhwanul Muslimin (IM), Jihadis, Wahdah Islamiyyah, Jama'ah Tabligh, NU, atau organisasi apapun namanya, mereka adalah SAUDARA SESAMA AHLUS SUNNAH, atau paling rendahnya mereka adalah KAUM MUSLIMIN yang berhak mendapatkan penghormatan dan diluruskan kesalahan-kesalahannya dengan hikmah dan ilmiah. Sedangkan menurut ajaran kaum Talafi ini, semua komunitas muslim di luar kelompoknya adalah sesat, hizbi, ahli bid'ah, ruwaibidhah, dst. Yang paling selamat di akherat kelak adalah kelompoknya, sedangkan selainnya adalah termasuk 72 golongan yang sesat. Wal-'Iyaadzu billah. Doktrin mereka ini persis aliran sesat LDII.
 
Contoh Kasus Kejahatan Sosial Kaum Talafi
 
Ustadz Abdullah Shalih Hadrami mereka tuduh sebagai "Bukan Salafi". Mereka cemooh sebagai da'i narsis. Berbagai fitnah dan kata-kata fahisyah mereka alamatkan kepada da'i asal Malang ini yang tidak sanggup saya ungkapkan dengan kata-kata. Di antara hinaan dan lontaran ghibah konyol yang mereka dengang-dengungkan di berbagai kesempatan atas pribadi beliau ialah, karena Ustad Abdullah Shalih Hadrami memendekkan jenggotnya dan tidak membiarkannya. Menurut klaim mereka, ini menunjukkan bahwa beliau bukan 'Salafi', bukan ahlus sunnah, tapi hizbi. Demikianlah prilaku konyol kaum Talafi ini. Di samping jumud dan jahil terhadap 'masaa-il ikhtilafat', mereka juga tidak faham perbedaan antara "merapihkan jenggot" dengan "menghilangkan jenggot".
 
Tidak hanya itu, Sang Ustadz juga mereka cela di berbagai jejaring sosial dengan alasan-alasan yang tidak masuk akal dan nyeleneh, diantaranya karena ustadz Abdullah Shalih Hadrami berunjuk rasa di dalam mall & hotel. Demikian klaim mereka. Padahal, Ustad Abdullah Shalih Hadrami ke hotel dan mall di kota Malang itu bukan "berunjuk rasa" atau "demo", tetapi memberikan nasehat kepada direktur atau manager hotel dan mall untuk tidak mewajibkan para karyawannya mengenakan atribut natal. Amar ma'ruf dan mencegah kemusyrikan, mereka anggap "UNJUK RASA" Laa haula walaa quwwata illa billah. Tak sanggup lisan ini bertutur kata menyaksikan betapa jahatnya LISAN mereka terhadap kehormatan kaum muslimin dan para da'i.
 
Ustadz Oemar Mita, Lc pun tidak luput dari fitnah lisan mereka. Mereka menuduh beliau sebagai Khawarij. Padahal, tak pernah sekalipun sang ustadz mengajak untuk memberontak penguasa, mengkafirkan kaum muslimin, keluar dari jamaah kaum muslimin, menumpahkan darah, dst. Ini diantara contoh nyata betapa RUSAKNYA perilaku kaum Talafi ini di tengah-tengah samudera kehidupan dan ketentraman kaum muslimin.
 
Gerakan Tauhidisasi atau pemusnahan kesyirikan melalui praktek Ruqyah Syar'iyyah dan bimbingan ruqyah yang di bintangi Perdana Ahmad Lakoni, Adam Amrullah, dan Nuruddin Al-Indunisy pun tidak selamat dari KOTOR nya lisan mereka. Berbagai cemooh; mulai dari yang "paling ilmiah" sampai yang sekedar menghina dan menista, nyaris tidak absen dari catatan hidup mereka. Mereka melontarkan berbagai celaan yang terkadang sudah keluar dari konteks kritik ilmiah dan bahkan melanggar norma syariat, sebab jatuh pada merusak kehormatan seorang mukmin.
 
Para praktisi Ruqyah Syar'iyyah ini memang perlu diperbaiki secara sportif dan argumentatif, mengingat karena mereka bukanlah kumpulan para malaikat yang dicipta dari cahaya, tetapi perlu dicatat: Kata Rasulullah, "Sibaabul Muslim Fusuuqun wa Qitaaluhu kufrun" (menghina seorang muslim adalah fasiq dan memeranginya adalah kufur).
 
Contoh kasus yang terakhir, Seorang Da'i bernama Ustadz Abdul Hakim. Aktivis dakwah alumni LIPIA ini pun tidak luput dari cemooh dan celaan kaum Talafi di berbagai jejaring sosial, khususnya Facebook. Beliau dihina dan dicemooh hanya karena membuat statemen di status facebooknya bahwa istilah "Salafi" adalah muhdats (dibuat-buat).
 
Padahal, istilah "Salafi" itu ya memang muhdats. Artinya, istilah itu tidak ada masyru'iyyahnya. Tidak ada dalil atau nash-nya, seperti misalnya istilah "shalat", "zakat", atau istilah "tha'ifah al-manshurah" dan "firqah najiyah", nah ini jelas masyru' karena ada dalilnya dalam hadits. Ini jelas istilah yang Syar'i. Sedangkan penamaan "Salafi" ya memang muhdats. Meskipun muhdats, istilah "Salafi" itu merupakan istilah 'ilmi. Artinya, dia muhdats (tidak syar'i tapi 'ilmi). Seperti misal istilah "Fiqih", "Tafsir", dll.. itu tidak ada masyru'iyyahnya, hanya sekedar istilah ilmiyyah saja.
 
KESIMPULANNYA: menganggap istilah "Salafi" sebagai istilah syar'i dan menjadikannya sebagai instrumen hizbiyyah, yaitu sikap mengklaim diri atau kelompok sendiri yang paling salafi sedangkan selainnya adalah hizbi dan sesat, adalah BID'AH DHOLALAH.!
 
Kenapa itu merupakan BID'AH DHOLALAH?
Ya, karena prilaku itu ialah prilaku hizbiyah. Yaitu menjadikan manusia selain Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, atau menjadikan buku selain Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai standar kawan dan lawan, atau standar kebenaran dan kesesatan. Maka, Hizbiyah adalah persoalan standarisasi kawan dan lawan, standarisasi benar dan sesat pada sosok manusia selain Nabi shallallahu alaihi wa salam, atau pada sebuah buku selain Al-Qur'an dan As-Sunnah.
 
Ormas dan parpol hanyalah wasilah dari sebuah Hizbiyah, namun tidak berarti tanpa parpol atau ormas maka tidak ada Hizbiyah, sebab hakikat Hizbiyah -sekali lagi- adalah: standarisasi individu, kelompok, dan ide. Standarisasi individu dan ide inilah yang memunculkan isme-isme dan aliran-aliran. Contohnya dalam hasanah pemikiran misalkan seperti marxisme, leninisme, komunisme, dll. Contohnya dalam literatur Islam adalah seperti: Asy'ariyah, maturidiyah, dll.
 
Maka, Radio, TV, ustadz, kelompok, daerah, dll adalah Hizbiyah bilamana dijadikan sebagai standar kawan dan lawan, standar kebenaran dan kesesatan.
 
Hakikat Syirik Ummat Nabi Nuh 'alaihis sallam adalah kultus individu. Ini perlu antum catat. Dan standarisasi individu kepada selain Nabi Shallallahu alaihi wasallam adalah sebuah kultus yang dapat ber-proses menjadi syirik. Oleh karenanya, kembalikan standarisasi kawan dan lawan, benar dan salah kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
 
CATATAN akhir, dengan demikian kelompok "Talafi" ini adalah kelompok perusak di akhir zaman. Perusak tapi berkedok agama. Ciri mereka yang menonjol yaitu satu: STANDAR GANDA.
 
Standar ganda bagimana?
Begini contohnya, bila Ulama yang tidak sepemikiran mereka terjatuh pada satu kesalahan, mereka bergegas menyebarkan kesalahan itu, dan mereka hasut ummat manusia untuk membenci dan menjauhi Ulama itu. Sampai-sampai saat sang ulama itu tertimpa musibah sekalipun, istirja' dan bela sungkawa tidak mereka haturkan. Alasan mereka, "tahdzir", "hajr", "boikot", "menjaga agama", dst. Namun, apabila Ulama atau Ustadz idola mereka yang terjatuh pada kesalahan atau bahkan kesesatan, mereka menunda menyebarkannya, dan mereka berikan seribu satu udzur pada sang idola. Bahkan, mereka undang ulama sesat itu ke negeri ini untuk menyampaikan ceramah. Inilah yang di namakan HIZBIYYAH yang sebenarnya.
 
Lebih spesifik lagi misalnya ulama tertentu mengkritik Syaikh A'idh Al-Qarni atas satu atau dua kesalahannya dalam mentafsirkan sebagian nash Al-Qur'an atau As-Sunnah, lantas kelompok ini langsung berlomba-lomba menyebarkan kritik itu dan bahkan membumbuhinya dengan celaan dan hinaan yang dahsyat.
 
Namun ketika sosok idola mereka (Ali Hasan Al-Halabi) di fatwakan menyimpang dan bahkan berpemahaman murji'ah oleh LAJNAH DA'IMAH (dewan ulama resmi), mereka diam dan bungkam seribu bahasa. Mereka cari-cari alasan dan "seratus satu udzur" untuk mentoleransinya. Liciknya, untuk melawan FATWA RESMI DEWAN ULAMA itu, mereka cari-cari pujian dari Syaikh Fulan dan Syaikh Fulan terhadap sosok idola mereka. Pertanyaannya, mengapa ketika Syaikh A'idh Al-Qarni dan Syaikh Salman Al-'Audah di kritik Ulama, mereka tidak mencari-cari pujian dari Syaikh-syaikh lain untuk Syaikh A'idh Al-Qarni dan Syaikh Salman Al-'Audah?
 
Ketika kita membawa dan menyebarkan FATWA RESMI DEWAN ULAMA tentang penyimpangan sosok yang mereka idolakan itu, mereka seperti 'kalang kabut' bagaikan "cacing kepanasan". Mereka pun mengemis-ngemis "belas kasih" sambil berkata, "apakah antum sudah baca semua kitab-kitab Syaikh Ali Hasan?"
 
Lihat, bila yang difatwakan 'menyimpang' adalah sosok idola mereka, mereka suruh orang lain untuk membaca semua kitab-kitab sang idola. Tetapi ketika mereka dengan zolimnya menjatuhkan kehormatan Syaikh A'idh Al-Qarni dan menyebarkan kesalahannya, mengapa mereka TIDAK MEMBACA SEMUA KITAB-KITAB SYAIKH A'IDH AL-QARNI? Inilah Manhaj Talafi!
Contoh lagi,
- Ketika mereka disebut "Murji'ah", mereka tidak terima, ngamuk-ngamuk bagaikan kuntilanak kesurupan sundel bolong. Tetapi lisan mereka begitu ringan menuduh orang lain dengan tuduhan "khawarij".
 
- Ketika mereka disebut "Mulukiyyun", mereka pun gerah dan kepanasan bagaikan tikus tersengat lebah. Lantas mereka bergumam, "dari mana itu istilah mulukiyyah, mana dalilnya istilah mulukiyyah itu?". Tetapi lisan mereka begitu mudah melabeli orang lain dengan tuduhan "Hizbiyyun", "Quthubiyyun", "Harokiyyun", "Ikhwaniyyun", dst. Pertanyaannya, dari mana istilah-istilah muhdats itu? Dari mana dalilnya ada istilah "Quthubiy", "Ikhwaniy", "Harokiy", dst. Dari mana?
 
- Ketika kami menulis banyak tentang perangai mereka, dan mengemukakan fitnah serta "kejahatan sosial" mereka di tengah kehidupan ummat, karena tak mampu membantah dan kalah argumentasi, cara yang mereka tempuh hanya satu: MEMBUKA AIB PRIBADI, MENYEBARKAN TUDUHAN, MEMBUNUH KARAKTER, MENGOLEKSI DOSA DI MASA LALU, MENCELA DAN MENJATUHKAN KEHORMATAN, dan bahkan memulung-mulung serta mengemis-ngemis "fakta" untuk dikumpulkan kemudian disebarluaskan dengan judul, "Tahdzir Asatidzah Untuk At-Thuwailibi". Ini trik mereka saja. Sudah maklum.
 
Kesimpulan, kelompok ini benar-benar merusak. Sehingga wajar bila seorang Ulama muda negeri ini menyebut mereka kelompok "Talafi", karena mereka bukan Salafi sejati sebenarnya. Bahkan ada yang menyebut mereka sebagai kaum yang pemahaman ilmunya terambil dari pemahaman Salaf, tapi pemahaman akhlaq mereka ambil pemahaman Abu Lahab.
 
Ya, karena kerusakan mereka tidak hanya perusakan manhaj dan persatuan, bahkan sampai merebut masjid-masjid kaum muslimin. Uniknya, mereka-mereka ini pun tidak selamat dari tahdzir. Kelompok talafi ini punya budaya khas yaitu MENTAHDZIR. Tetapi pada saat yang sama, mereka juga di tahdzir oleh sesama mereka. Mereka mentahdzir para aktivis dakwah, lha mereka sendiri ditahdzir dan divonis sebagai Sururiyyah dan Hizbiyyah yang sesat.
 
So, Hizbiyyah teriak Hizbiyyah.

Allahul Musta'an.
Maaher At-Thuwailibi

No comments:

Post a Comment